kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

KPK ngotot ada 14 perusahaan migas menunggak pajak


Sabtu, 16 Juli 2011 / 08:39 WIB
KPK ngotot ada 14 perusahaan migas menunggak pajak
ILUSTRASI. Kyocera Moeye, konsep kendaraan otonom dari sebuah pabrikan barang elektronik


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih bersikukuh terdapat 14 perusahaan minyak dan gas bumi (migas) yang tidak membayar pajak. Menurut Wakil Ketua KPK, Haryono Umar temuan 14 perusahaan belum membayar pajak itu berdasarkan dari audit BPKP.

"Kalau menurut data di kita itu ada 14 perusahaan migas, inilah yang sedang diminta untuk menangani itu," kata Haryono saat dihubungi, Jumat (15/7).

Sebelumnya, BP Migas menyatakan dari 14 perusahaan migas itu hanya tiga perusahaan yang belum membayar pajak. Itu pun, saat ini sedang dalam proses penyelesaian di pengadilan. "Kita lihat dulu apakah tiga yang dimaksud BP Migas itu masuk dalam daftar 14 perusahaan migas itu," kata Haryono yang enggan menyebut nama-nama ke-14 perusahaan migas tersebut.

Haryono melanjutkan, kerugian negara akibat 14 perusahaan migas yang menunggak pajak itu jumlahnya triliunan rupiah. Ia mengatakan, untuk ketiga perusahaan yang disebut BP Migas nilainya sudah mencapai Rp 1,6 triliun.

"Pasti ada potensi lebih dari 1,6 triliun karena 14 perusahaan. Ini harus ditagih karena tahun lalu saja jumlah piutang pajak-pajak tahun lalu Rp 2,6 triliun tidak tertagih," lanjut Haryono.

Haryono menceritakan tidak terpenuhinya pajak tersebut akan berdampak kerugian kepada pendapatan negara dan menguntungkan perusahaan migas asing. Ia mencontohkan produksi minyak 100 barel yang sudah terpotong cost recovery, pembagiannya 85%:15% untuk pemerintah dan KKKS. Hitungan 85% di sini seharusnya sudah termasuk pajak.

"Jadi kalau pajak tidak dibayar yang 85% itu kan tidak terpenuhi padahal KKKS sudah mendapatkan cost recovery. Hal ini tentunya merugikan negara," kata Haryono.

Terkait dengan perbedaan persepsi tax treaty, Haryono meminta kepada BP Migas supaya berpihak kepada kepentingan nasional. "Tindak lanjutnya saat ini kita kirim surat ke menteri keuangan untuk menagih mereka," tandas Haryono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×