Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
Kemudian, berdasarkan masukan dari importir selama pandemi terjadi penurunan konsumsi bulanan yang biasanya sekitar 46.000 ton – 48.000 ton turun menjadi sekitar 40.000 ton selama tahun 2020.
Berdasarkan kajian tersebut, KPPU mendapat tiga skenario perhitungan stok dan kebutuhan bawang putih. Skenario pertama dengan estimasi konsumsi bawang putih tinggi yakni 48.000 ton per bulan. Maka akumulasi konsumsi pada Januari – Maret 2021 mencapai 144.000 ton.
Skenario kedua dengan estimasi konsumsi bawang putih sedang yakni mencapai 45.000 ton per bulan. Maka akumulasi konsumsi pada Januari – Maret 2021 mencapai 135.000 ton.
Skenario ketiga dengan estimasi konsumsi bawang putih rendah yakni mencapai 40.000 ton per bulan. Maka akumulasi konsumsi pada Januari – Maret 2021 mencapai 120.000 ton.
Baca Juga: Siap-siap, pasokan bawang putih akan mengalami kekurangan mulai April
“Skenario ini hitung – hitungan kami stok awal April (2021) sudah minus alias sudah di bawah tingkat konsumsi bulanan. Ini yang memungkinkan akan mendorong terjadinya kenaikan harga. Critical pointnya adalah akhir Maret dan awal April akan ada potensi kenaikan harga,” ucap dia.
Lebih lanjut, Taufik mengatakan, bawang putih tidak termasuk dalam kategori bahan komoditas pokok. Hal ini mengacu pada pasal 2 ayat 6 Peraturan Presiden (Perpres) nomor 71 tahun 2015 yang diubah melalui Perpres nomor 59 tahun 2020 tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting.
“Implikasi dari kondisi tersebut, tidak diperlukan adanya intervensi yang ketat dari pemerintah. Khususnya berupa tata niaga importasi yang melibatkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk komoditi bawang putih,” ucap dia.
Meski begitu, KPPU mengapresiasi adanya perubahan bunyi pasal yang terkait dengan impor produk hortikultura. Sebelumnya dalam UU nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura, pasal 88 ayat (2) menyebutkan, “Impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah mendapat izin dari menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari menteri.”
Kemudian dalam UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bunyi pengaturan berubah menjadi, “Impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.”
“Kita berharap dengan adanya perubahan ini yang tadinya ada dua pintu dari Kementan dan Kemendag bisa disederhanakan mekanisme importasinya mengacu pada proses perizinan berusaha dari pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja,” tutur Taufik.