kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   72.000   2,98%
  • USD/IDR 16.600   5,00   0,03%
  • IDX 8.179   89,87   1,11%
  • KOMPAS100 1.133   13,76   1,23%
  • LQ45 810   13,32   1,67%
  • ISSI 287   1,54   0,54%
  • IDX30 423   7,36   1,77%
  • IDXHIDIV20 479   9,20   1,96%
  • IDX80 126   1,54   1,25%
  • IDXV30 134   0,31   0,23%
  • IDXQ30 134   2,43   1,85%

KPPU Minta Keterangan Pemerintah Soal Senoro


Kamis, 16 April 2009 / 09:09 WIB
KPPU Minta Keterangan Pemerintah Soal Senoro


Reporter: Gentur Putro Jati |


JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta keterangan pemerintah terkait laporan perilaku usaha tidak sehat Mitsubishi Corporation dalam tender proyek Kilang Senoro yang diajukan PT LNG Energi Utama (LNGEU) kepada KPPU akhir Februari lalu.

Direktur Komunikasi KPPU Ahmad Junaidi menjelaskan instansinya melontarkan empat belas pertanyaan kepada pemerintah seputar penetapan harga jual gas yang dilakukan PT Pertamina EP dan PT Medco E&P Indonesia dalam proyek Kilang Senoro tersebut.

"KPPU mempertanyakan bagaimana kewenangan Menteri ESDM terkait penentuan Gas Sales Agreement (GSA) dan Sales Appointment Agreement (SAA) dalam proyek tersebut. Jawaban sudah disampaikan secara lisan maupun tertulis, dan menjadi bagian tahap pengumpulan informasi," kata Junaidi, Rabu (15/4).

KPPU menurutnya hanya sedikit menyinggung mengenai proses tender yang akhirnya memenangkan Mitsubishi Corporation, karena memahami bahwa proses tender berformat beauty contest tersebut adalah kebijakan perusahaan.

Setelah mendapat keterangan dari pihak pemerintah, KPPU menurutnya bisa saja meminta keterangan dari pihak Pertamina, Medco maupun Mitsubishi yang sudah membentuk JOB berbentuk PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) tersebut.

Sesuai Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Persaingan Usaha, KPPU memiliki waktu 60 hari atau sampai 27 April 2009 untuk melakukan klarifikasi sampai akhirnya menentukan apakah kasus tersebut layak dilakukan pemberkasan atau dihentikan. Tim dari KPPU yang melakukan klarifikasi didampingi oleh Anggota KPPU Dedie S Martadisastra, serta Wakil Ketua KPPU Tresna Priyana Soemardi.

Pihak pemerintah sendiri sedianya menghadirkan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Direktur Jenderal Migas Departemen ESDM Evita Herawati Legowo untuk memberikan keterangan. Namun keduanya berhalangan memenuhi panggilan KPPU karena sedang berada di Sulawesi Utara untuk meresmikan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong. Walhasil, mereka diwakilkan Staf Ahli Menteri ESDM Teguh Pamudji, Direktur Pembinaan Kegiatan Usaha Hulu Migas Departemen ESDM Edy Hermantoro, dan Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen ESDM Sutisna Prawira.

"Salah satu pertanyaan KPPU adalah soal kesepakatan harga gas apakah sudah disampaikan ke pemerintah oleh konsorsium, kami jawab belum. Pertanyaan lainnya soal kebijakan gas secara umum," kata Edy Hermantoro, singkat.

Pada 16 Maret lalu, Purnomo mengaku sedang meminta BP Migas dan Pertamina untuk memastikan status hukum proyek LNG Senoro tersebut. Menyusul pengaduan yang disampaikan LNGEU kepada KPPU. Kepastian ini diperlukan sebelum pemerintah menerbitkan Sales Appointment Agreement (SAA) dan izin konstruksi proyek tersebut kepada pemilik blok Senoro, yaitu Pertamina dan Medco.

"Saya dapat laporan dari Dirut Pertamina bahwa LNGEU pegang dokumen perjanjian tertentu. Kalau seperti itu kan susah, nanti kita kasih SAA nya ke Mitsubishi, Pertamina, Medco tapi mereka punya exclusive agreement. Bisa-bisa BP Migas yang di tuntut sama mereka, makanya kita tunggu dulu. Kita bicarakan dulu dengan Pemda, dan semua pihak. Karena jujur, saya nggak tahu mereka itu siapa," kata Purnomo, Senin (16/3).

Juru Bicara Pertamina Anang Rizkani Noor menandaskan Joint Operation Body (JOB) Pertamina dan PT Medco HE Tomori akan tetap berupaya agar SAA dari BP Migas bisa segera diperoleh. Pertamina menurut Anang juga siap dimintai konfirmasi sengketa yang terjadi kepada pemerintah dan KPPU.

"Masalah hukum sebenarnya hanya dengan pihak Mitsubishi, bukan konsorsium secara keseluruhan. Jadi biarkan proses hukumnya berjalan terus, tapi kami tetap berupaya segera mendapatkan SAA nya," kata Anang.

Ditambahkannya, pihak LNGEU juga sebenarnya telah mengikuti proses beauty contest yang dilakukan JOB untuk mencari mitra membangun proyek LNG Senoro. Menurut Anang, justru gugatan baru muncul belakangan setelah Pertamina, Medco dan Mitsubishi membuat perusahaan patungan DSLNG sebagai operator.

Selain status hukum yang masih harus diselesaikan, setidaknya ada dua hal lain yang mendapat perhatian Purnomo. Pertama, produksi LNG dari Senoro nantinya diperuntukkan untuk apa. Apakah untuk ekspor atau untuk memenuhi kebutuhan gas domestik. "Karena harganya beda. Perhitungan harganya berapa, dari Pertamina ke BP Migas itu juga belum selesai. Tapi harus dipastikan gas nya untuk apa dulu," kata Purnomo.

Kemudian karena proyek LNG Senoro merupakan proyek downstream maka urusan Departemen ESDM dan BP Migas hanya mengawasi sampai well head saja. "Kalau urusan keluarnya bukan urusan kita, ada Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian. Kita perlu tahu yang punya wewenang perizinan itu siapa. Semua ini harus di klarifikasi," tambahnya.

Sementara, pihak LNGEU tetap meminta KPPU untuk menyelidiki dugaan predatory practices melalui artificial offering (penawaran pura-pura) saat beauty contest yang melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat.

LNGEU meminta KPPU untuk menyelidiki salinan kontrak Gas Sale Agreement (GSA) yang telah ditandatangani DSLNG dengan PT Pertamina EP serta kontrak GSA antara DSLNG dengan PT Pertamina HE Tomori dan PT Medco HE Tomori.

Dengan meneliti GSA tersebut, KPPU dapat mempelajari perbandingan harga, baik harga jual gas maupun nilai proyek pada saat tender, dengan harga yang disepakati di dalam GSA sebagai bukti adanya predatory practices.

"Berdasarkan salinan kedua GSA tersebut, KPPU mestinya bisa melihat sejumlah bukti kuat atas dugaan predatory practices melalui artificial offering oleh Mitsubishi untuk menyingkirkan klien kami dalam Beauty Contest Proyek Hilir LNG Senoro tersebut," kata kuasa hukum LNGEU Rikrik Rizkiyana.

Sebelumnya, pada Agustus 2008, LNGEU telah melaporkan adanya dugaan indikasi persaingan yang tidak sehat di dalam tender proyek LNG di Sulawesi Tengah kepada KPPU. Namun laporan ini sempat dihentikan, karena KPPU menganggap tidak cukup bukti adanya pelanggaran pasal 21 dan 22 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999.

Pada 12 Maret lalu, LNGEU kembali diklarifikasi dengan adanya bukti baru yang disampaikan ke KPPU atas adanya dugaan predatory practices yang dilakukan Mitsubishi Corporation melalui artificial offering (penawaran pura-pura ) pada saat tender proyek hilir LNG Senoro.

Bukti-bukti itu di antaranya berupa penetapan harga gas, dari yang semula sekitar US$ 3,8 per MMBTU dengan asumsi harga minyak dunia US$ 35 per barel saat tender, menjadi US$ 2,8 per MMBTU dengan asumsi harga minyak US$ 40 per barel.

Selain itu, harga proyek kilang melambung dari US$ 700 juta di saat tender, menjadi US$ 1,8 miliar. Bukti lainnya yang berbeda dengan tender adalah waktu pengiriman gas, dari yang direncanakan tahun 2009, menjadi tahun 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×