Reporter: Revita Rita Rani | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Derasnya geliat proyek infrastruktur pemerintah menjelang penutup tahun ini turut berimbas pada sektor-sektor industri di bawahnya.
Salah satunya produsen besi dan baja PT Krakatau Steel (KRAS) yang mendulang pundi-pundi pemasukan dari proyek pemerintah yang didapat.
Dari laporan keuangan perseroan terlihat bahwa penjualan bersih pada kuartal III, sebesar US$ 993 juta, tumbuh hingga 48,8% dibandingkan kuartal sebelumnya tahun ini, yakni US$ 667 juta.
Namun pendapatan bersih year on year menyusut hingga 27%.
Pada kuartal III tahun lalu persoran berhasil mencetak pendapatan sebesar US$ 1.360 juta.
Penurunan penjualan sepanjang tahun ini hingga September 2015 tersebut didorong oleh faktor adanya penurunan harga baja di pasar global.
Harga HRC di pasar glibal mencapau US$ 315 per ton, padahal rata-rata ongkos produksi baja sebesar US$ 393 per ton.
Faktor lain adalah terjadinya oversupply baja di pasar global karena China meningkatkan jumlah ekspornya hingga 32,1%.
Hal itu menyebabkan industri baja lokal tertekan persaingan harga dari banjirnya impor baja China, selain itu permintaan baja di semester pertama mengalami penurunan karena arus ekonomi Tanah Air yang stagnan.
Meski sempat mendongjrak penjualan baja di kuartal 3 tahun ini, namun sepertinya arus infrastruktur tersebut belum cukup deras menopang laju pendapatan perseroan.
Pasalnya di kuartal 4 tahun ini, pendapatan justru turun sekitar 20%-30%.
Menurut Anggiasari Hindratmo, Direktur Keuangan KRAS penurunan pendapatan tersebut di dorong oleh melemahnya permintaan besi dan baja di akhir tahun,
"Siklus dalam industri besi dan baja memang seperti itu karsna biasanya proyek- proyek sudah berjalan dari bulan sebelumnya, jadi permintaan di akhir tahun cenderung menipis," jelas Anggi kepada KONTAN, Senin (21/12)
Dengan begitu pertengahan Desember ini pendapatan bersih perusahaan diperkirakan sekitar US$ 794 juta- 695 juta.
Padahal pendapatan bersih perseroan tahun lalu mencapai US$ 1.867 juta.
Artinya jika ingin mencatatkan pendapatan yang setidaknya sama dengan tahun lalu perseroan harus mengejar pertumbuhan sebesar 57% - 62%.
Sepertinya perseroan akan sulit untuk meraih pertumbuhan sedemikian besar sebelum tutup buku tahun ini.
Karena itu Anggi mengatakan perseroan telah merevisi target pendapatan tahun ini, namun ia enggan menyebutkan besarannya.
"Sudah kami revisi target tapi yang pasti masih akan negatif," katanya.
Meskipun demikian, KRAS sudah berhasil melampaui bottom line yang ditargetkan tahun ini yakni US$ 800 juta.
Hingga kuartal III, perseroan sudah mencatatkan laba komprehensif periode berjalan sebesar US$ 908 juta.
Padahal pada periode yang sama tahun lalu perseroan masih mencatatkan kerugian sebesar US$ 114 juta.
Perseroan menilai pasar baja global tahun depan masih belum membaik.
Namun untuk pasar Indonesia akan menjadi peluang bagi industri baja untuk tumbuh semakin besar.
Ini berkaca pada anggaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang masih akan mengalir hingga tahun depan.
Tahun depan perseroan menargetkan pertumbuhan volume penjualan sebesar 10%.
Hingga kuartal 3 tahun ini total volume penjualan perseroan mencapai 1,37 juta ton sudah meliputi volume penjualan HRC, CRC, wire rod, baja tulangan, baja profil dan pipa baja.
Volume penjualan HRC sendiri mencapai 994 ribu ton.
Untuk mencapai target tersebut, perseroan mengaku belum akan melakukan ekspansi baru apapun kecuali melanjutkan ekspansi yang sudah dimulai saat ini dan juga melakukan efisensi untuk menekan biaya produksi.
Salah satunya adalah dengan pembangunan blast furnance dengan kapasitas 1,20 juta ton pertahun.
Untuk pembangunan tersebut, perseroan menggelontorkan dana sebesar US$ 656 juta.
Nantinya blast furnance akan membantu mengurangi beban biaya listrik dan beban biaya bahan baku hingga US$ 60-US$ 80 per ton.
Sejauh ini pembangunan sudah mencapai progress hingga 93%, diharapkan akan mulai beroperasi di akhir tahun 2016 mendatang.
Selain itu ekspansinyang dilakukan adalah pembangunan pabrik Hot Strip Mill 2 (HSM) Di Cilegon untuk memproduksi HRC berkapasitas 1,50 juta ton pertahun.
Sejauh ini total kapasitas produksi perseroan mencapai 2,4 juta ton pertahun.
Untuk membangun pabrik ini perseroan menggelontorkan dana sebesar US$ 405 juta.
Diharapkan pabrik akan mulai beroperasi pada tahun 2018 mendatang.
Sejauh ini prosesnya mencapai tahap groundbreaking.
Banjir Proyek Pemerintah
Salah satu proyek yang tengah di bangun adalah proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt dari pemerintah yang direncanakan selesai dalam kurun waktu 5 tahun.
Sejauh ini emiten bursa berkode saham KRAS ini tengah dalam proses perundingan dengan PLN untuk menentukan harga baja dan besi yang akan digunakan untuk proyek tersebut.
Karena belum ada kesepakatan soal harga, perseroan masih belum bisa memprediksikan berapa besar kontribusi keuntungan yang akan dikantongi dari proyek ini.
Anggi mengatakan diharapkan awal tahun depan KRAS sudah bisa produksi untuk proyek tersebut.
Untuk proyek ini perseroan diperkirakan akan memproduksi 20 juta ton baja dan besi untuk 4 tahun.
Namun sejauh ini perseroan belum memutuskan apakah akan menggandeng mitra untuk menggarap proyek ini.
"Masih belum ditentukan, tunggu dealing harga dulu baru mungkin akan dibicarakan lagi," ujar Anggi.
Namun yang pasti kebutuhan baja untuk proyek tersebut akan sepenuhnya di supply oleh KRAS.
Selain itu KRAS juga tengah terlibat dalam penyediaan baja untuk proyek jaringan transmisi listik 46.000 kilometer sirkit (KMS) dari PLN.
Proyek lain yang tengah dilakoni adalah pembangunan pelabuhan Pelindo di Sorong dan Bojonegoro, serta pembangunan jembatan dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News