kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Krisis keuangan Evergrande, bagaimana dampaknya ke sektor properti Indonesia?


Selasa, 28 September 2021 / 20:58 WIB
Krisis keuangan Evergrande, bagaimana dampaknya ke sektor properti Indonesia?
ILUSTRASI. Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meyakini, efek langsung terhadap industri properti di Indonesia tidak akan banyak.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu ini dunia dihebohkan dengan krisis yang melilit Evergrande, perusahaan properti raksasa dari China yang memiliki utang fantastis hingga US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.277 triliun. Risiko gagal bayar Evergrande dikhawatirkan mengguncang stabilitas keuangan China maupun global.

Di sektor properti, pemerintah China pun telah merumuskan kebijakan "three red lines (tiga garis merah)" untuk mengurangi risiko tingkat utang dari sektor ini. Di tengah kondisi krisis Evergrande dan kerawanan industri properti di China, lantas, bagaimana dampaknya terhadap industri properti di Indonesia?

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meyakini, efek langsung terhadap industri properti di Indonesia tidak akan banyak. Totok lebih mewaspadai efek domino dari krisis Evergrande terhadap ekonomi China, bahkan global, yang pada gilirannya bisa berdampak pada ekonomi Indonesia. Jika efek domino terjadi, sektor properti pasti akan turut tertampar.

"Kalau kita bicara pengaruh, pasti ada, tapi semoga tidak banyak dari efek dominonya. Kalau di China krisis ini tidak ditangani dengan tepat, ekonomi terdampak, pembelian barang-barang ekspor dari Indonesia akan berkurang, otomatis mempengaruhi ekonomi Indonesia," kata Totok saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/9).

Baca Juga: Ada potensi gagal bayar Evergrande, begini respons pasar domestik menurut Bahana TCW

Namun, dia memperkirakan, efek domino dari Evergrande ini tidak akan sebesar seperti yang terjadi saat krisis Lehman Brothers pada tahun 2008. Selain dari segi nilai utang yang berbeda, bisnis Evergrande yang dominan di sektor properti lebih memiliki aset yang bernilai. Berbeda dengan Lehman Brothers yang hanya bermodalkan surat utang.

Selain itu, penanganan krisis di Amerika Serikat (AS) dan China diprediksi tak akan sama. Berbeda dari paham ekonomi pasar bebas ala AS, Totok meyakini kebijakan sosialis dari China akan lebih melakukan proteksi. Menurutnya, kebijakan penyelamatan krisis dari pemerintah China akan menjadi penentu.

"Kalau dulu Lehman Brothers dampaknya besar karena yang dilakukan kan hanya "kertas", janji perputaran uang. Beda juga dengan pabrik, selama nggak produksi ya nol. Tapi kalau ini (Evergrande) kan properti, jadi ada aset, punya value yang hampir tidak mengalami penyusutan. Jadi domino effect yang timbul tidak akan sebesar Lehman Brothers. Sekarang gimana cara penanganan oleh pemerintah China," kata Totok.

Totok juga berpandangan, proyek-proyek properti yang sedang ikut digarap pengembang China, akan terus berlanjut. Berbeda dengan pasar properti di China, Totok menekankan bahwa pangsa pasar properti di Indonesia masih sangat besar. 

Jika proyek properti terutama perumahan mangkrak, maka itu justru akan semakin membawa dampak negatif bagi likuiditas dan investasi perusahaan. "Tidak ke arah situ, jadi tetap jalan dong (proyek properti). Indonesia pasarnya masih besar, kalau ditinggalkan dalam kondisi masih membangun, likuiditas dan investasi mereka jadi jelek," kata Totok.

Baca Juga: Bagini dampak krisis utang Evergrande bagi China, AS, hingga Eropa

Pasar Properti Indonesia Bersifat Lokal

Senada dengan itu, CEO dan founder Indonesia Property Watch Ali Tranghanda juga meyakini, secara umum krisis Evergrande dan industri properti di China tidak akan berpengaruh besar terhadap pasar properti Indonesia yang masih bersifat lokal. 

Sedangkan untuk kelanjutan proyek properti yang sedang digarap oleh pengembang China, akan tergantung dari kemampuan bisnis dan finansial masing-masing perusahaan. Namun, tetap ada potensi untuk tersendat jika proyek-proyek tersebut masih butuh tambahan dana.

Yang pasti, untuk ekspansi ke proyek-proyek baru akan lebih berat. "Untuk ekspansi sekarang agak tertahan karena kebijakan investasi dari China ketat akibat kasus ini. Perbankan China yang dibayangi masalah, tapi bukan sektor finansial di Indonesia," kata Ali.

Director Advisory Group Coldwell Banker Commercial Indonesia Dani Indra Bhatara juga mengamini bahwa investasi properti di Indonesia masih didominasi oleh investor lokal yang sangat memperhatikan pergerakan pasar yang bersifat lokal. Sehingga properti di sini lebih dipengaruhi oleh iklim investasi dan pergerakan perekonomian di Indonesia. 

"Saat ini kondisi krisis utang perusahaan properti di China belum memiliki pengaruh terhadap pasar properti di Indonesia secara umum. Jika pun ada pengaruhnya lebih ke sentiment yang sedikit menurun atau kehati-hatian investor asing terhadap pasar properti di Asia, namun belum berpengaruh pada kinerja pasar properti secara langsung," kata Dani saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/9).

Mengenai bisnis pengembang China di Indonesia, Dani juga melihat adanya pengaruh bagi rencana pengembangan ke depan, jika perusahaan induknya di China mengalami gangguan akibat krisis tersebut. Tapi di sisi lain, jika pasar properti di Indonesia dianggap menjanjikan dengan kinerja penjualan yang baik, bukan tidak mungkin pengembangan di Indonesia malah menjadi prioritas, karena pasar lokal tidak dipengaruhi langsung oleh krisis tersebut.

Adapun, salah satu perusahaan properti Indonesia yang bekerjasama dengan pengembang dari China ialah PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI). Pada Juni 2016 lalu, ASRI meneken kerjasama dengan China Fortune Land Development Co Ltd (CFLD) untuk mengembangkan kawasan di Tangerang.

Meski tak membeberkan dengan rinci progres dan kelanjutan kerjasama dengan CFLD, namun Corporate Secretary ASRI Tony Rudiyanto menyampaikan bahwa krisis industri properti di China saat ini tidak mengakhiri kerjasama tersebut. "Masih berlanjut (kerjasama ASRI dan CFLD)," ungkap Tony kepada Kontan.co.id, Selasa (28/9).

Selanjutnya: Terancam gagal bayar, investor Evergrande menuntut uang kembali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×