Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terancam kesulitan membeli rumah subsidi. Penyebabnya, kuota Kredit Perumahan Rakyat (KPR) subsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) berkurang pada tahun ini.
Seperti yang diketahui, pemerintah menetapkan kuota subsidi FLPP sebanyak 166.000 unit pada 2024, lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya sebanyak 229.000 unit.
Kuota subsidi FLPP tahun ini pun mulai menipis. Merujuk situs BP Tapera, per 31 Juli 2024 penyaluran subsidi FLPP sudah mencapai 109.719 unit atau senilai Rp 13,37 triliun.
Ada kemungkinan kuota subsidi FLPP akan habis bulan September nanti, sehingga backlog rumah di Indonesia berisiko meningkat yang mana saat ini sudah mendekati 13 juta rumah tangga.
Baca Juga: Pembiayaan BTN Syariah Tumbuh 22% di Semester I-2024, Tembus Rp 41 Triliun
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan, bulan Juni lalu pihaknya mengirim surat kepada pemerintah untuk meminta penyesuaian kuota subsidi FLPP menjadi sebesar 220.000 unit, seperti target rencana strategis (Renstra) Kementerian PUPR tahun 2024.
Usulan penyesuaian ini turut mempertimbangkan berhentinya program Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Apersi juga menilai, kuota subsidi FLPP yang ideal semestinya merujuk pada data permintaan real time dari masyarakat yang ada pada aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (Sikumbang), yakni sekitar 300.000 unit per tahun.
"Namun, kami paham kapasitas fiskal pemerintah terbatas," ujar dia, Selasa (30/7).
Baca Juga: Skema Dana Abadi Lebih Efektif Mengurai Backlog Perumahan Dibanding FLPP?
Senada, Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menyebut, REI juga berkirim surat ke Kementerian PUPR perihal kuota subsidi FLPP yang berkurang pada tahun ini. Pihak REI meminta agar kuota subsidi FLPP minimal sama dengan kuota tahun 2023. Terlebih lagi, kuota subsidi FLPP tahun lalu dapat terserap maksimal, bahkan masih dianggap kurang.
"Beberapa DPD (Dewan Perwakilan Daerah) kami sudah mulai mengeluhkan kuota FLPP yang sudah habis di daerahnya," ungkap dia, Kamis (1/8).
Di sisi lain, REI juga menyadari adanya keterbatasan dana dari pemerintah untuk meningkatkan subsidi FLPP, sementara kebutuhan rumah untuk MBR terus bertambah.
Yang terang, kebijakan FLPP sudah menjadi bagian penting dalam pengembangan rumah bagi MBR. Tanpa subsidi FLPP, industri properti segmen menengah ke bawah tidak bisa berjalan dengan baik. Pemerintah pun mesti mencari solusi terbaik atas masalah kuota subsidi FLPP.
"Penyediaan rumah adalah tugas pemerintah dengan dibantu oleh pengembang, bukan urusan bisnis murni," tegas Bambang.
Apersi juga menilai, program FLPP memiliki dampak besar bagi sektor properti. Apalagi, banyak pengembang properti yang rajin membangun perumahan subsidi.
Baca Juga: Dana Abadi Perumahan Menjawab Tantangan Pembiayaan Rumah MBR
Sebagai gambaran, porsi perrumahan subsidi yang telah dibangun anggota-anggota Apersi sejak 2020 hingga 29 Juli 2024 mencapai 91%, sedangkan 9% sisanya berupa perumahan komersial.
Lagi pula, sektor properti perumahan memiliki efek berganda yang besar. Apersi mengutip kajian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan sektor perumahaN mencapai 30,34 juta orang. Pembangunan perumahan pun memiliki keterkaitan yang cukup kompleks dengan sektor-sektor industri lain yang berjumlah sekitar 185 sektor.
"Berkurangnya kuota FLPP sangat berpengaruh bagi para pengembang di Indonesia dan sektor lain yang merupakan sektor ikutan perumahan bagi MBR," tandas Junaidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News