kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,63   -8,92   -0.98%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kuota solar berpotensi jebol hingga 1,4 juta KL


Rabu, 21 Agustus 2019 / 19:37 WIB
Kuota solar berpotensi jebol hingga 1,4 juta KL
ILUSTRASI. DIALOG - Fanshurullah Asa, Kepala BPH Migas


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksikan adanya potensi over kuota dalam konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar. Sebab, hingga bulan Juli saja, realisasi konsumsi solar sudah mencapai 9,04 juta kilo liter (KL) atau 62% dari total kuota yang disiapkan hingga akhir tahun ini.

Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyampaikan, pihaknya memproyeksikan sampai dengan akhir tahun 2019 akan ada over kuota sebesar 0,8 juta KL hingga 1,4 juta KL. Kendati begitu, pria yang akrab disapa Ifan itu memastikan tidak akan ada kelangkaan sekalipun terjadi over kuota.

Baca Juga: Dirut PGN diminta usulkan WJD, BPH Migas: Kami harap dua bulan selesai

Untuk itu, BPH Migas bersama sejumlah lembaga dan badan usaha terkait menyiapkan langkah antisipasi. "Jadi tidak ada kelangkaan, ini upaya antisipatif kita, preventif action," kata Ifan dalam konferensi pers yang digelar di Kantor BPH Migas, Rabu (21/8).

Pada tahun ini, Ifan menginformasikan bahwa kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) sebesar 15,11 juta KL, yang terdiri dari 14,5 juta KL jenis solar dan 0,61 juta KL jenis kerosene atau minyak tanah.

BPH Migas memproyeksikan, realisasi konsumsi solar hingga akhir tahun ini akan bertambah 5,5%-9,6% dari kuota menjadi 15,31 juta KL hingga 15,94 juta KL. Sebagai langkah antisipatif, Ifan mengatakan bahwa pihaknya akan membuka cadangan dengan volume sebesar proyeksi konsumsi solar tersebut.

Baca Juga: Iuran badan usaha niaga migas berkurang, harga BBM dan gas bisa turun?

"Jadi kami jamin tidak akan ada kelangkaan, poinnya kita fokus untuk kendalikan (penyaluran) JBT yang kita fokuskan ke solar, karena minyak tanah relatif tidak ada masalah," ungkap Ifan.

Dalam upaya pengendalian tersebut, BPH Migas pun menggandeng badan usaha penyediaan dan pendistribusian JBT, yakni PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo, Hiswana Migas, serta aparat penegak hukum.

Sebab, Ifan tak menampik adanya kecurigaan penyelewenagan yang terjadi dalam penyaluran solar bersubsidi. Khususnya dalam aktivitas perkebunan dan pertambangan.

Oleh sebab itu, BPH pun resmi melarang kendaraan bermotor pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah untuk menggunakan JBT Jenis Minyak Solar. Larangan itu sudah dikeluarkan dalam surat edaran dan berlaku efektif sejak 1 Agustus 2019.

Selain itu, kata Ifan, pihaknya pun akan melakukan penyelidikan terhadap 10 provinsi yang konsumsinya sudah melebihi kuota secara bulanan.

Kesepuluh provinsi tersebut adalah Kalimantan Timur dengan kuota berlebih mencapai 124,6%, Kepulauan Riau (119,9%), Lampung (113%), Riau (111%), Sulawesi Tenggara (109,4%), Sulawesi Barat (109,2%), Sumatera Barat (108,8%), Sulawesi Selatan (108,8%), Jawa Timur (108,7%), dan Bangka Belitung (108,3%).

"BPH Migas akan melaksanakan pengawasan di wilayah yang patut diduga potensi penyimpangan. Diduga diselewengkan ke perkebunan dan pertambangan," kata Ifan.

Di sisi lain, Ifan pun meminta Pertamina untuk segera merampungkan program Nozzle atau digitalisasi pencatatan jual-beli solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Ifan bilang, seharusnya program tersebut sudah rampung pada Desember 2019 lalu, dengan begitu semestinya pengawasan jual-beli solar bersubsidi sudah bisa efektif dilakukan.

"Waktu itu sepakat akhir Desember 2018 berjalan semua, ternyata belum tercapai. Dengan itu (Noozle) harusnya bsia mencatat kemana BBM subsidi itu tersalur," kata Ifan.

Asal tahu saja, penyelesaian Noozle memang terus molor. Setelah gagal rampung pada akhir tahun lalu, Pertamina menargetkan bisa menyelesaikannya pada Juni 2019. Namun, target itu kembali gagal dan saat ini target itu kembali mundur hingga akhir tahun ini.

Dari target 5.518 SPBU yang akan didigitalisasi Noozle, sampai dengan Juni 2019 baru terealisasi pada 1.327 SPBU.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran Ritel Pertamina Mas'ud Khamid berdalih, program noozle tersebut molor lantaran terganjal sejumlah kendala. Hal yang utama, kata Mas'ud, ialah karena sebagian besar konstruksi dan fasilitas alat SPBU model lama sehingga buuth waktu lebih untuk memasang alat digitalisasi.

"Ini yang membuat proyek mundur, karena waktu pengerjaan kami juga terbatas, hanya ketika SPBU tersebut sedang tutup (tidak beroperasi)," kata Mas'ud.

Adapun, sebagai bentuk antisipasi atas jebolnya kuota solar subsidi ini, BPH Migas mengeluarkan Edaran pengaturan pembelian Jenis BBM Tertentu (JBT) Jenis Minyak Solar yang berlaku efektif sejak 1 Agustus 2019 meliputi:

1. Dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar bagi kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 (enam) buah dalam kondisi bermuatan ataupun tidak bermuatan;
2. Maksimal pembelian JBT Jenis Minyak Solar untuk angkutan barang roda 4 (empat) sebanyak 30 liter /kendaraan /hari, roda 6 (enam) atau lebih sebanyak 60 liter/ kendaraan/hari dan kendaraan pribadi sebanyak 20 liter/kendaraan/ hari;
3. Dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar untuk kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar merah, mobil TNI/ Polri, sarana transportasi air milik Pemerintah;
4. Dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar untuk mobil tangki BBM, CPO, dump truck, truck trailer, truk gandeng dan mobil molen (pengaduk semen);
5. Dilarang melayani pembelian JBT Jenis Minyak Solar untuk Konsumen Pengguna Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi air yang menggunakan motor tempel dan Pelayanan Umum tanpa menggunakan Surat Rekomendasi dari Instansi berwenang;
6. PT Pertamina (Persero) perlu mengatur titik lokasi SPBU yang mendistribusikan JBT Jenis Minyak Solar dengan mempertimbangkan sebaran Konsumen Pengguna termasuk pengaturan alokasi ke masing-masing SPBU;
7. PT Pertamina (Persero) wajib menyediakan BBM Non Subsidi (Pertamina Dex dan Dexlite) untuk mengantisipasi terjadinya antrian di SPBU;
8. Meminta PT Pertamina (Persero) untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, TNI dan Polri untuk ikut mengawasi penyaluran JBT Jenis Minyak Solar;
9. Hal-hal lain yang telah menjadi ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tetap berlaku.

Selanjutnya BPH Migas bersama PT. Pertamina (Persero), DPP Hiswana Migas, TNI, Polri dan Pemerintah Daerah akan mensosialisasikan di setiap Market Operation Region (MOR) PT. Pertamina (persero) pada bulan September dan Oktober 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×