kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Laba PGN terus tergerus, ini penyebabnya versi analis


Senin, 19 Maret 2018 / 22:27 WIB
Laba PGN terus tergerus, ini penyebabnya versi analis
ILUSTRASI. Pengecekan Saluran Pipa Gas oleh Petugas PGN


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk membatalkan rencana pembentukan induk Badan Usaha Milik Negara Minyak dan Gas Bumi (holding BUMN Migas) menyusul laba PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk alias PGN yang terus turun dalam lima tahun terakhir.

Pada 2012 lalu, PGN mencatatkan pendapatan US$ 2,58 miliar dengan laba bersih US$ 915 juta. Sementara tahun lalu, PGN membukukan pendapatan US$ 2,16 miliar sedangkan laba bersih hanya terkumpul sebesar US$ 98 juta.

DPR khawatir, peleburan PGN dengan PT Pertamina Gas (Pertagas), justru akan mengganggu kinerja dari PT Pertamina (Persero) sebagai holding BUMN Migas.

Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada berpendapat, menurunnya laba bersih PGN bukan karena ketidakmampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan.

Namun merupakan imbas dari kebijakan pemerintah yang mengatur harga gas industri melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Pasal 3 peraturan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 3 Mei 2016 tersebut menitahkan, harga gas bumi ditetapkan tidak lebih dari US$ 6 per MMBTU. Namun, jika harga gas bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri dan lebih tinggi dari US$ 6 per MMBTU, perusahaan distributor gas bumi seperti PGN juga harus menunggu penetapan harga tertinggi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Memang yang menjadi kendala PGN adalah saat pemerintah mematok harga jual gas kepada industri dengan tujuan agar lebih murah. Akibatnya pendapatan dan laba PGN menjadi terbatas, sementara PGN dihadapkan pada biaya operasional yang cukup tinggi," kata Reza saat dihubungi, Senin (19/3).

Kebijakan pemerintah menurut Reza merupakan faktor eksternal yang bisa menekan kinerja perusahaan berkode saham PGAS tersebut. Sebagai perusahaan pelat merah, Reza menilai sudah menjadi risiko manajemen PGN untuk bersedia menjalankan penugasan yang diamanatkan pemegang saham mayoritas yaitu pemerintah, meskipun hal tersebut mengganggu kinerjanya.

"Penugasan pemerintah sudah risiko. Namun, pelaku pasar hanya melihatnya dari sisi mampu atau tidaknya PGN memperoleh laba terlepas dari masalah yang dihadapi. Kalau labanya turun, mereka langsung mengasumsikan jelek. Padahal kan kinerjanya turun karena penugasan dari pemerintah. Kalau tidak ada penugasan, mereka pasti memperoleh laba," jelasnya.

Faktor eksternal

Selama lima tahun terakhir, bukan hanya penetapan harga gas industri oleh pemerintah saja yang menekan keuangan PGN. Kebijakan penetapan bauran energi dalam megaproyek pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) juga banyak meleset dari perkiraan. PGN juga bersedia menurunkan harga gas untuk keperluan pembangkit listrik sampai 12 %.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×