Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 07/2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral bikin pusing pelaku usaha. Sebab Permen tersebut menitahkan agar perusahaan tambang pada Mei 2012 sudah harus mengolah hasil tambangnya terlebih dulu sebelum di ekspor.
Padahal pada pasal 170 UU Minerba No 4 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pemegang kontrak karya baru wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU diberlakukan atau pada 2014.
Dua peraturan yang tumpang tindih itulah yang membuat perusahaan tambang kebingungan. Direktur Utama PT Beta Mineral Indonesia, Marulam Sianipar, mengatakan jika pemerintah tetap menginginkan perusahaan tambang mengolah hasil tambangnya mulai Mei 2012 sesuai dengan Permen ESDM No 07/2012, akan membuat banyak perusahaan tambang berhenti beroperasi. "Sebab sulit rasanya untuk bisa membuat pabrik pengolahan (smelter) dalam waktu singkat," katanya.
Kalaupun menyerahkan pengolahan kepada perusahaan lain, belum tentu tertangani seluruhnya. Sebab saat ini hanya ada beberapa perusahaan besar saja yang sudah memiliki pabrik pengolahan. "Itupun bisa dihitung dengan jari," katanya. Asal tahu saja, untuk membuat smelter dengan spesifikasi yang ramah lingkungan dibutuhkan biaya sekitar Rp 300 miliar. Hanya saja untuk membangun smelter ramah lingkungan tersebut harus ditopang dengan pasokan listrik yang besarnya sekitar 35x2 MW.
Sedangkan untuk membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 35x2 MW tersebut diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp 1 triliun. "Apakah PLN siap berinvestasi sebesar itu dalam waktu singkat," tambah Marulam.
Opsi lainnya bisa dengan membangun smelter tanpa membutuhkan pasokan listrik, melainkan dengan menggunakan kokas. Hanya saja smelter dengan bahan bakar kokas akan menyebabkan pencemaran udara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News