Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah melakukan moratorium pembangunan smelter nikel kelas dua dinilai tepat.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bachtiar mengungkapkan, tujuan utama hilirisasi sektor minerba adalah untuk peningkatan nilai tambah.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu justru tak jarang ada smelter nikel yang belum optimal dalam meningkatkan nilai tambah produk olahan nikel. Apalagi, pemerintah telah mengambil kebijakan melarang ekspor bijih nikel.
Baca Juga: Kementerian ESDM Bakal Mulai Kajian Moratorium Smelter Nikel Kelas Dua
"Rugi pertama royalti PNBP minerbanya nggak dapat. Kedua, rugi peningkatan nilai tambah smelter tidak maksimal," kata Bisman kepada Kontan, Jumat (9/6).
Bisman melanjutkan, kebijakan ini tentunya memang bakal memberikan dampak pada iklim investasi. Terlebih, saat menginisiasi hilirisasi sektor nikel, pemerintah terkesan seperti mengobral izin bagi investasi smelter. Namun, suka tidak suka kebijakan moratorium perlu dilakukan saat ini.
Menurutnya, tujuan penambahan nilai tambah harus dimaksimalkan. Untuk itu, investasi baru pada smelter dengan kemampuan pengolahan yang lebih tinggi perlu didorong.
Bisman menegaskan, ke depannya pemerintah perlu lebih selektif dalam pemberian izin proyek smelter. Proyek dengan teknologi yang lebih tinggi dan menghasilkan produk bernilai tambah lebih lah yang perlu didorong.
Baca Juga: Kemenperin Dukung Moratorium Smelter NPI untuk Dorong Hilirisasi Nikel Lebih Lanjut
Menurutnya, minimnya investasi smelter dengan kemampuan pengolahan yang lebih tinggi dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti teknologi dan jaminan ketersediaan pasokan.
Dengan investasi yang tinggi, pelaku usaha umumnya akan lebih berhati-hati jika tidak ada jaminan pasokan.
Untuk itu, seiring kesiapan moratorium proyek smelter nikel kelas dua, pemerintah didorong untuk memastikan sejumlah hal seperti jaminan pasokan hingga kepastian hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News