Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih sulit mengejar realisasi lifting minyak sesuai target. Pengamat menilai kelesuan tersebut akibat eksplorasi ladang-ladang minyak di Indonesia yang masih dianggap kurang.
Oleh sebab itu, pengamat menilai pengembangan energi baru terbarukan merupakan hal yang dianggap perlu dipertimbangkan sebagai solusi mengatasi lifting yang cenderung turun.
“Tapi di sisi lain, untuk jangka panjang dan untuk mengembangkan energi baru terbarukan itu yang bisa menjamin sustainable yang lebih panjang lagi. Karena kan makin lama bagaimanapun minyak ini akan habis, gas akan habis dan batubara juga,” kata Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Faisal saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (7/9).
Sampai September ini, realisasi lifting minyak 772.937 barel per hari (bph). Sementara target lifting dalam APBN 2018 mencapai 800.000 bph.
Faisal menyebut, saat ini hampir terjadi jarak ‘gap’ antara supply dan demand produksi siap jual migas. Oleh sebab itu, Indonesia masih memiliki ketergantungan untuk melakukan impor minyak.
“Yang terjadi sekarang ini kan supply terus turun dan demand itu naik terus, jadi makin lama gap antara demand dan supply makin lebar, jadi mau tidak mau memang dari sisi energy yang tidak terbarukan seperti minyak yang kurang ini kita masih tergantung. Itu yang perlu ada investasi untuk eksplor (ladang minyak),” ungkapnya.
Investasi pembangunan kilang minyak disebut perlu dilakukan. Hanya saja butuh waktu 10 tahun dalam melihat investasi tersebut berhasil atau tidak.
“Karena kan itu jangka panjang semua, kalau tiba-tiba lifting naik tidak bisa, eksplor itu butuh waktu 10 tahun yang artinya tidak dalam jangka pendek. Karena ini urusan investasi jangka panjang maka hasil eksplorasi itu tidak pasti, bisa berhasil dan tidak,” ujarnya.
Faisal menegaskan, investasi yang perlu dilakukan pemerintah dengan menambah kilang minyak, ini bermanfaat dalam mencukupi kebutuhan energi sekaligus membuat nilai jual tidak anjlok secara tajam.
“Memang yang dibutuhkan adalah kebijakan dalam pengembangan pembangunan energi. Ini juga perlu mempertimbangkan investasi dan pembangunan kilang supaya di satu sisi kebutuhan energi khususnya minyak itu bisa lebih sustainable, artinya dari sisi surplus itu tidak terjadi penurunan yang tajam, kalau bisa meningkat,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News