Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional terus terpuruk dalam delapan tahun terakhir. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pun kian meluas, dengan tudingan mengarah pada adanya mafia kuota impor.
Dalam dua tahun terakhir, asosiasi tekstil mencatat sekitar 250 ribu pekerja terkena PHK akibat penutupan 60 pabrik sepanjang 2023–2024. Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) melaporkan tambahan pengurangan 400 ribu tenaga kerja hingga Agustus 2025, mayoritas di sektor TPT dan alas kaki.
Baca Juga: Dibayangi Deindustrilisasi, Industri TPT Menanti Kebijakan Pemerintah
Direktur Eksekutif Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil, Agus Riyanto, menilai lonjakan kuota impor menjadi biang kerok keterpurukan industri dalam negeri.
“Kuota impor yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian tiap tahun terus naik. Tapi di sisi lain, banyak perusahaan tutup dan melakukan PHK karena tidak mampu bersaing dengan barang impor,” ungkap Agus dalam keterangan resmi, Selasa (19/8/2025).
Agus menyebut, kuota impor yang diberikan tidak sebanding dengan kebutuhan industri.
“Kalau kebutuhan industri hanya dipenuhi 30%, tapi data impor terus naik, lantas kuota besar ini diberikan kepada siapa?” ujarnya.
Baca Juga: Industri TPT Belum Rasakan Kenaikan Indeks Manufaktur, Tunggu Efek Aturan Impor Baru
Ia bahkan menuding ada praktik penyelewengan di balik distribusi kuota impor.
“Sudah menjadi rahasia umum, kuota besar hanya diberikan kepada belasan perusahaan API-P yang dimiliki oleh sekitar empat orang saja,” tegas Agus.
KAHMI Rayon Tekstil meminta pemerintah mengusut dugaan praktik mafia kuota impor ini karena dianggap mempercepat proses deindustrialisasi dan memperburuk kondisi tenaga kerja di sektor TPT.
Selanjutnya: LinkAja Bidik Pertumbuhan Transaksi 10% Sepanjang 2025
Menarik Dibaca: Harga Emas Hari Ini Naik Tipis, Pasar Antisipasi Pidato Ketua Fed di Jackson Hole
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News