Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pitoby Grup menghadapi kendala dalam pembangunan pabrik semen Timor di Nusa Tenggara Timur (NTT). Moratorium dari pemerintah pusat menjadi hambatan utama.
Proyek senilai Rp5,2 triliun ini terpaksa tertunda. Lahan yang luas di Bolok dan Baktete sudah disiapkan. Namun, regulasi membatasi penambahan kapasitas produksi semen di Indonesia.
Bobby Pitoby, CEO PT Pitoby Grup, menyampaikan kekecewaannya. Menurutnya, alasan moratorium adalah oversupply semen di pasar domestik.
"Kami sudah siap dengan lahan, dana, hingga mitra investor dari China. Namun, izin terhambat karena alasan oversupply," ungkap Pitoby dalam sebuah wawancara.
Baca Juga: Anggaran Subsidi dan Kompensasi Naik 21,75% menjadi Rp 525,6 Triliun
Meski pasokan semen di Indonesia berlimpah, NTT masih bergantung pada pasokan dari luar daerah. Hal ini menyebabkan harga semen di NTT menjadi sangat mahal.
"Kami di NTT masih bergantung pada semen dari luar. Ini membuat harga sangat mahal dan tidak ada nilai tambah signifikan bagi ekonomi lokal," jelasnya.
Pabrik semen ini direncanakan memiliki kapasitas produksi 1,5 juta ton per tahun. Kebutuhan semen di NTT sendiri saat ini mencapai 1,3 juta ton.
Bobby menjelaskan bahwa surplus produksi akan dimanfaatkan untuk kebutuhan lokal dan diekspor ke Timor Leste atau Australia, jika memungkinkan.
"Kami punya beberapa argumen kuat untuk membangun pabrik ini. Letak NTT berbatasan langsung dengan dua negara, yaitu Timor Leste dan Australia. Ini memberikan keuntungan tambahan jika pabrik semen dibangun di sini," tambahnya.
Sebagai Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) NTT, Bobby juga menyoroti potensi dampak positif pembangunan pabrik ini.
"Pabrik ini bisa menciptakan ribuan lapangan kerja dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, multiplier effect yang dihasilkan akan menyentuh 173 subsektor terkait," ujarnya.
Kendala perizinan ini mencerminkan ketidakcocokan antara kebijakan moratorium dengan kebutuhan lokal. Bobby berharap pemerintah pusat mempertimbangkan kembali kebijakan ini.
"Jika ada kelebihan pasokan semen di Jawa, bukan berarti NTT harus menanggung dampaknya. Kami ingin berkompetisi secara sehat, menyediakan produk berkualitas dengan harga terjangkau, dan memajukan ekonomi lokal," tambahnya.
Baca Juga: Antam dan MIND ID Laksanakan Bakti BUMN untuk Indonesia di Halmahera
Dengan dukungan dari pemerintah Timor Leste dan upaya koordinasi dengan pemerintah pusat, Bobby tetap berkomitmen melanjutkan proyek ini.
Ia berharap regulasi yang membatasi dapat segera dicabut atau disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Pembangunan pabrik semen di NTT menjadi simbol penting dalam upaya memajukan industri lokal.
Namun, tantangan regulasi saat ini menghambat kemajuan dan perlu mendapat perhatian lebih agar potensi besar proyek ini dapat terwujud.
"Saya hanya butuh izin prinsip dari Kementerian Perindustrian. Jika Kemenperin memberikan izin, kami siap gas. Semua sudah siap, mulai dari dana, lahan, hingga izin-izin lainnya. Namun, jika industri ini tidak didukung, ini akan menjadi ancaman," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News