Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
MEDAN. Nasib komoditas karet di Sumatera Utara makin runyam saja. Batalnya agenda pembahasan harga pada sidang The International Tripartite Rubber Council di Phuket, Thailand, beberapa waktu lalu membuat harga karet di daerah itu berfkluktuasi.
Seperti diketahui, kesepakatan tiga negara produsen karet terbesar dunia yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia sebelumnya adalah memangkas pasok ekspor karet di pasar dunia yang berakhir Maret 2013. Alih-alih mendapatkan kebijakan baru, pertemuan malah tidak berujung hasil positif dan membiarkan masing-masing negara membuat kebijakan sendiri guna mendongkrak harga produksi karetnya.
Seorang pengusaha karet dari Sumut, Wijaya, mengeluhkan tidak adanya keseragaman yang membuat eksportir mengambil sikap dalam ekspor karet. Sebagian eksportir, katanya, masih berupaya menahan ekspor karet sembari menunggu harga di pasar dunia stabil.
Namun, sebagian lagi justru terpaksa mengekspor untuk menambah suntikan modal perkebunan karetnya. Ia mengatakan, sudah seharusnya Indonesia mengusulkan untuk tak melanjutkan program yang disebut agreed export tonnage scheme (AETS) itu, dengan pertimbangan aliran dana (cash flow) pelaku usaha, khususnya eksportir, terganggu akibat menunda ekspor sejak Oktober 2012.
Ia mengeluhkan pertemuan tripartit yang hanya membahas pasar karet regional (regional rubber market). "Eksportir tampaknya sudah benar-benar pasrah dan menunggu. Bagi yang bermodal besar mungkin bisa menahan stok. Tapi kalau yang tidak, kan terpaksa kirim (ke luar negeri) dengan harga murah," katanya, Senin (29/4/2013) di Medan.
Sebagaimana disepakati ketiga negara sebelumnya, komitmen AETS hanya berlaku selama enam bulan mulai Oktober 2012 dengan mengurangi ekspor sekitar 300 ribu ton. Indonesia mendapat jatah pemangkasan 117 ribu ton, Thailand 143 ribu ton dan Malaysia 43 ribu ton.
Sementara itu, dalam kontrak berjangka, harga karet alam memang sempat melaju ke level tertinggi dalam dua minggu terakhir yang didorong kenaikan harga minyak mentah global. (Tribun Medan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News