Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperpanjang batas waktu renegosiasi Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan dan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, R Sukhyar mengungkapkan, saat ini terdapat 20 perusahaan KK dan PKP2B, yang belum menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) renegosiasi kontrak pertambangan.
"Isu kritis itu kan soal renegosiasi, amandemen MoU signing, 20 perusahaan yang belum MoU, kita kasih waktu 2 bulan lagi. Kalau dia nakal ya harus kita ingatkan. Kalau waktu 2 bulan sudah lewat kita ambil sikap,” kata dia di Kantor Dirjen Minerba, Selasa (16/12).
Ia bilang, yang harus dipahami yaitu, bahwa permasalahan yang dihadapi KK itu bukan karena di pundak mereka saja. Namun, pemerintah juga. “Ini yang harus kita selesaikan. Case-case tertentu akan didalami dan approach dengan daerah," ungkap dia.
Ia mengungkapkan, mereka sudah dipungut royalty oleh teman-teman di Pemda, jadi nilainya sama dengan total royalty. “Jadi ini yang harus kita selesaikan, jika mereka sudah dipungut royalty di daerah, itu kan beda, lalu mereka dikenakan kenaikan royalty. Sudahlah, kita mengitkuti aturan saja bagaimana menghilangkan pungutan,” tandas dia
Sementara itu, Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi internal untuk merampungkan proses renegosiasi, dan sudah diberikan batas waktu yang diberikan oleh KK dan PKP2B tersebut.
"Memang ada schedule yang disiapkan teman-teman minerba. Aturan itu wibawanya ketika diterapkan. Kalau harus diberi sanksi ya diberi sanksi. Tapi semangat kita ingin memfasilitasi, negosiasi bukan sanksi," ujar dia di Kantor Dirjen Minerba, Selasa (16/12).
Sesuai Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka pemerintah harus melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan pemegang KK dan PKP2B atas enam hal pokok. Yaitu, luas wilayah kerja, royalti, pajak dan bea ekspor, pengolahan dan pemurnian dalam negeri, divestasi saham, penggunaan tenaga kerja lokal, barang dan jasa dalam negeri, dan masa berlaku kontrak.
Seperti diketahui, perusahaan pertambangan yang sudah menandatangani MoU, telah setuju untuk membayar bea keluar (BK) dengan tarif sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah yang dikeluarkan pada Juli 2014, menyediakan dana jaminan keseriusan sebagai bentuk dukungan terhadap pembangunan smelter, membayar royalti 4,0% untuk tembaga, 3,75% untuk emas, dan 3,25% untuk perak, serta membayar iuran tetap (dead rent) US$2 per hektar.
Pada 25 Juli 2014, Kementerian Keuangan merevisi peraturan pemerintah yang dikeluarkan pada Januari 2014 yang isinya menurunkan tarif bea keluar untuk konsentrat tembaga bagi perusahaan-perusahaan yang menunjukkan dukungan terhadap proses pembangunan smelter. Peraturan tersebut mengatur bahwa tarif bea keluar untuk konsentrat tembaga berkurang seiring kemajuan pembangunan smelter yang dimulai dengan tarif sebesar 7,5%, kemudian menurun menjadi 5% bila tingkat kemajuan pembangunan smelter melampaui 7,5%, dan akhirnya menjadi 0% bila tingkat kemajuan pembangunan smelter melampaui 30%.
Penandatanganan dilanjutkan pada amandemen kontrak pertambangan yang merupakan tindak lanjut dari kesepakatan renegosiasi kontrak. Saat ini, baru PT Vale Indonesia Tbk yang sudah menandatangani amandemen kontrak pertambangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News