Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR RI mendesak agar Revisi Undang-Undang Migas segera dilakukan di tengah senjakala industri minyak dan gas saat ini.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto menyatakan, di era senjakala industri migas, pengelolaan sektor energi ini perlu dukungan rumusan dan grand strategy baru.
“Menurut kami yang terjadi isunya bukan penurunan lifting karena lifting sudah turun terus tetapi yang utamanya SKK migas tidak mencapai target yang sudah turun,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (16/11).
Menurutnya kerja masif dan agresif yang dilakukan SKK Migas saat ini tidak mampu mendongkrak produksi migas, hanya sekadar menahan natural decline.
Baca Juga: Komisi VII DPR Masukkan Dana Abadi ke Dalam Revisi UU Migas
Di sisi lain, insentif terbesar industri migas dari kenaikan harga minyak tidak bisa menggenjot investasi karena dana yang didapat perusahaan migas untuk membayar utang, kegiatan operasional, atau investasi ke energi baru terbarukan.
“Di tengah kondisi seperti ini ditambah adanya ketidakpastian hukum menimbulkan hengkangnya pengusaha minyak seperti Total, Chevron, Conocophillips dan Shell,” terangnya.
Kepastian hukum ini yang dikatakan Mulyanto menyebabkan investor ragu-ragu kemudian kabur.
Baca Juga: Masih Berperan dalam Transisi Energi, Produksi Migas Perlu Ditingkatkan
Mulyanto tegas mengusulkan adanya Revisi Undang-Undang Migas terutama mendorong keseriusan pemerintah. “Jangan sampai seperti RUU EBET yang DIM-nya tidak ada,” kata dia.
Jadi untuk bisa menata kelembagaan SKK Migas yang ideal di tengah senjakala industri migas, dia mendesak revisi UU Migas harus segera berjalan.
“Saya khawatir saja Andaman mengulangi kasus seperti Abadi Masela karena adanya ketidakpastian hukum,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News