Reporter: Tantyo Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pebisnis transportasi berbasis online keberatan dengan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelenggraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Salah satu poin di aturan itu adalah menyoal penentuan tarif atas dan bawah.
Musa Emyus, Sekretaris Jenderal Koperasi Jasa Transportasi Usaha Bersama, mitra dari Uber, menyayangkan langkah pemerintah yang turut campur dalam menentukan tarif transportasi online berdasarkan tarif atas dan bawah. Seharusnya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, fokus menentukan standar pelayanan minimal penyedia taksi online yang belum tuntas. "Tidak ada aturan tarif karena itu berdasarkan kesepakatan penumpang dan penyedia (transportasi online)," tutur Musa, Rabu ( 22/3).
Ia merujuk Undang Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Terutama di pasal 183 yang menyebutkan, terkait angkutan orang tidak dalam trayek ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum.
Artinya, penentuan tarif di moda transportasi jenis ini memang memakai prinsip mekanisme pasar atau berdasarkan permintaan dan penawaran. Bila pada jam sibuk, tarif angkutan ini bisa lebih mahal dibandingkan pada jam yang lowong.
Sejauh ini, kata Musa, Koperasi Jasa Transportasi Usaha Bersama sudah mempunyai lebih dari 10.000 anggota yang tersebar di beberapa daerah. Setiap daerah, atau istilahnya titik operasi, biasanya ada sekitar 3.000 sampai 5.000 armada yang beroperasi saban harinya.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan mengkritisi penentuan tarif angkutan online tersebut. "Kalau memang untuk asas kesetaraan, seharusnya yang mahal dimurahin dan yang murah dimahalin," timpalnya.
Ia menilai, revisi aturan tersebut belum mewakili masyarakat dan pemerintah. Jadi, cuma berfungsi sebagai jembatan bagi perusahaan taksi konvensional dan online saja.
Cucu Mulyana, Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan, menegaskan, usulan pengaturan tarif itu justru datang dari pegiat transportasi reguler dan online. Bila tidak ada pengaturan tarif bawah bisa mempengaruhi bisnis dari perusahaan tersebut. "Faktanya, persaingan bukan lagi antar merek, tapi dari pegiat di perusahaan yang sama," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News