kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melongok kinerja Menteri ESDM Arifin Tasrif setelah dua tahun menjabat


Kamis, 14 Oktober 2021 / 21:03 WIB
Melongok kinerja Menteri ESDM Arifin Tasrif setelah dua tahun menjabat
ILUSTRASI. Menteri ESDM Arifin Tasrif


Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 23 Oktober 2021 nanti, Arifin Tasrif genap dua tahun menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selama hampir dua tahun ini, sejumlah upaya perbaikan sektor minyak dan gas bumi (migas) terus dilakukan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, sudah banyak upaya yang dilakukan Kementerian ESDM dalam dua tahun terkahir khususnya untuk perbaikan iklim investasi hulu migas.

"Dari sisi kemudahan perizinan sampai insentif yang diberikan," kata Moshe kepada Kontan.co.id, Kamis (14/10).

Sayangnya, sejumlah upaya perbaikan yang dilakukan terbentur kondisi global yang memang turut tertekan dampak pandemi covid-19 dan faktor lainnya. Antara lain, sulitnya tercapai kesepakatan antara negara-negara anggota OPEC dan non OPEC untuk kestabilan harga minyak. Industri migas pun dihadapkan tantangan untuk transisi menuju energi baru terbarukan (EBT).

Baca Juga: Kementerian ESDM bakal terapkan CCUS demi tekan emisi karbon sektor migas

Disisi lain, pemerintah Indonesia mencanangkan program produksi minyak 1 juta barel per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (MMscfd) gas di 2030. Kondisi ini diakui tidak mudah mengingat pada kondisi ini investor cenderung memilih sikap wait and see.

"Investor masih sangat berhati-hati dalam menjalani portfolionya maupun masuk ke venture baru," ujar Moshe.

Moshe melanjutkan, kondisi sedikit berbeda terjadi pada sektor hilir dimana lebih banyak kepastian investasi. hal ini pun cenderung lebih menarik bagi investor.

Kendati demikian, sektor hilir dihadapkan pada tantangan ketersediaan infrastruktur migas. Dengan infrastruktur yang memadai maka pemenuhan energi dinilai dapat lebih optimal. "Maksimalkan pembangunan infrastruktur migas agar mengurangi biaya distribusi," kata Moshe.

Selain itu, pemerintah juga perlu menekan beban impor migas salah satunya melalui pengembangan processing plant migas dalam negeri.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Impor migas pada Agustus 2021 sebesar US$ 2,06 miliar. Bila dibandingkan dengan impor migas pada bulan Juli 2021 yang tercatat US$ 1,78 miliar, ini meningkat 14,74% mom. Kemudian, bila dibandingkan dengan impor migas Agustus 2020 yang sebesar US$ 950 juta, jumlah itu melesat 115,75% yoy.  

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran Yayan Satyaki mengatakan, sektor hulu mempunyai potensi untuk mencapai target produksi migas di 2030 mendatang. Kendati demikian, sentimen fluktuasi harga minyak dinilai masih tetap patut diwaspadai.

"Patut diingat ketahanan energi kita agak mengkhawatirkan karena tergantung harga minyak internasional yang terkadang tingkat ketidakpastian tinggi," kata Yayan ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (14/10).

Sementara itu, ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM) masih cukup tinggi.  Ada sejumlah upaya pemerintah mendorong peralihan konsumsi menuju BBM yang ramah lingkungan.

Upaya ini tercermin melalui langkah Kementerian ESDM untuk membatasi outlet penjualan BBM jenis premium. Terlebih, adanya tren yang menunjukkan rendahnya konsumsi premium pada tahun 2021.

"Sesuai dengan program langit biru Pertamina, outlet penjualan premium mulai dikurangi pelan-pelan, terutama pada saat pandemi, dimana crude jatuh, substitusi dengan Pertalite," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif, pada Agustus 2021 lalu.

Semua negara, kata Arifin, mulai meninggalkan penggunaan premium yang beroktan rendah. Tercatat hanya ada empat negara di dunia yang sampai saat ini masih mengonsumsi premium dengan nilai oktan (RON) 88. Dari empat negara tersebut, Indonesia menjadi salah satunya, ia pun mendorong agar Indonesia dapat meninggalkan Premium.

"Masih ada empat negara di dunia masih menggunakan Premium. Kita tertinggal dari Vietnam yang sudah Euro 4 dan akan masuk ke Euro 5. Kita masih Euro 2," ungkap Arifin.

Disisi lain, sektor migas pun juga dihadapkan pada beban subsidi yang masih terjadi khususnya untuk LPG 3kg.

Pertamina mencatat peningkatan penjualan LPG subsidi 3 kg meningkat dalam 5 tahun terakhir dengan tingkat laju pertumbuhan majemuk tahunan atau compound annual growth rate (CAGR) sebesar 5,3%.

Pada tahun 2019, konsumsi LPG subsidi mencapai 6,84 juta metrik ton (MT). Volume kembali meningkat mencapai 7,14 juta MT pada tahun 2020. Pada tahun ini Pertamina memproyeksi distribusi bakal mencapai 7,50 juta MT dalam kuota APBN 2021.

Pembenahan skema subsidi LPG 3 kg pun terus digaungkan. Hasilnya, pada 2022 mendatang pemerintah berencana mengubah skema subsidi dari subsidi berbasis barang ke basis orang.

Selain itu, sejumlah langkah lainnya yakni melakukan retargeting sasaran penerima manfaat menjadi 40% kelompok pendapatan terbawah dan melihat status pekerjaan seperti pelaku usaha mikro, petani kecil, atau nelayan kecil, dan lain-lain.  Menurut kalkulasi, ada sekitar 0,54 juta kelompok penerima manfaat (KPM) usaha mikro, 3,56 juta KPM petani kecil, 0,32 juta KPN nelayan kecil, juga KPM lainnya.  

Kemudian, transaksi dilakukan seara nontunai dengan instrumen biometric dan e-voucher atau menggunakan kartu.  Pemerintah pun menargetkan, harga LPG 3 kg harus dijual dengan harga keekonomisan yang efisien dan terakhir, pelaksanaan transformasi dilakukan secara berhati-hati dan bertahap. 

"(Subsidi energi) makin berat bagi keuangan negara," kata Yayan.

Selanjutnya: 2 Tahun dipimpin Arifin Tasrif, bagaimana rapor Kementerian ESDM di sektor EBT?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×