Reporter: Agung Hidayat | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pengembangan industri 4.0 oleh pemerintah berpeluang terganggu dengan datangnya wabah Covid-19. Sebab konsep canggih industri tersebut belum jadi prioritas utama bagi pebisnis yang masih berupaya untuk memulihkan usahanya terlebih dahulu.
Bahkan menurut Oki Widjaja, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Industri Elektronika dan Alat-Alat Rumah Tangga (Gabel) kalau ada rencana baru pun berpeluang tertunda.
"Soalnya (industri 4.0) ini perlu investasi, sementara sekarang fokus industri ialah surviving terlebih dahulu," kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (29/5).
Baca Juga: API: Kenormalan baru bisa mempercepat penerapan industri 4.0 pada industri TPT
Menurut Oki, membangun industri 4.0 bukan hal instan, perlu banyak yang terlibat di dalamnya, tak bisa hanya dari pelaku industri saja. Untuk tenaga kerja misalnya, diperlukan spesialisasi tertentu dengan pendidikan yang mumpuni.
Beberapa catatan Gabel terkait industri 4.0 ialah perlunya pengembangan konektivitas data dan supply chain, serta adanya software yang mampu membuat produksi kian efisien dan pada akhirnya memicu digitalisasi dan otomatisasi.
Industri 4.0 yang membutuhkan tenaga kerja ramping, juga berpeluang menimbulkan dilema lantaran saat ini keadaan new normal dan pasca wabah Covid-19 akan ada ledakan tenaga kerja sehingga dibutuhkan sektor industri yang menyerap tenaga kerja besar. Karena itu, pemerintah perlu mengkaji kembali implementasi industri 4.0 ini terhadap kondisi new normal.
"Mungkin begini, saya melihatnya tenaga kerja yang dibutuhkan akan berbeda. Bukan lagi tenaga buruh kasar, tapi tenaga kerja dengan kemampuan tinggi. Jadi kalau kita mau serius, harus repair dulu pendidikan dan pelatihan tenaga kerja," sebutnya.
Namun demikian, Oki tak menampik bahwa tren dunia usaha memang ke arah industri 4.0. Ia mencontohkan, di kala pandemi ini orang dipaksa untuk bekerja secara digital dan berangsur udah mulai menjadi kebiasaan.
Di sisi lain, Yusak Billy, Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM) menerangkan sebelum terjadi pandemi sebenarnya industri juga sudah melihat kebutuhan untuk melakukan otomatisasi dan digitalisasi yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi.
"Tentunya pengalaman di masa pandemi ini semakin memperkuat kebutuhan untuk mempercepat implementasi industri 4.0 agar produktivitas dapat selalu terjaga di masa normal yang baru," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/5).
Sebelumnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dikabarkan sedang mengkaji ulang target-target industri manufaktur nasional. “Kondisi kenormalan baru ini membuat kami harus menghitung ulang dengan baik, target-target yang sebelumnya sudah direncanakan, kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.
Baca Juga: Penerapan new normal dapat menjadi katalis positif bagi pengusaha makanan minuman
Menurut Menperin, kenormalan baru dalam industri manufaktur dapat berpengaruh pada aspek produktivitas hingga daya saingnya. Salah satu target yang bakal disesuaikan adalah pengurangan impor hingga 35%, yang awalnya diproyeksi tercapai pada akhir tahun 2021 menjadi 2022.
Menperin menyebutkan, saat ini telah terjadi berbagai tatanan baru dalam aktivitas industri. Misalnya, sebelum pandemi Covid-19, industri yang beroperasi dapat mengoptimalkan 100% atau seluruh pekerjanya. Namun, dengan penerapan protokol kesehatan seperti aturan physical distancing, industri melakukan penyesuaian karyawannya hingga 50%.
Menperin juga sempat menyinggung soal implementasi industri 4.0. "Mungkin pengurangan tidak terlalu signifikan bagi industri yang sudah menerapkan prinsip industri 4.0. Tetapi akan lebih terasa oleh industri yang melibatkan banyak sumber daya manusia (SDM) atau industri padat karya. Ini harus dikaji lagi lebih dalam," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News