kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.360.000   29.000   1,24%
  • USD/IDR 16.616   9,00   0,05%
  • IDX 8.067   -160,68   -1,95%
  • KOMPAS100 1.104   -18,58   -1,66%
  • LQ45 772   -16,13   -2,05%
  • ISSI 289   -5,28   -1,79%
  • IDX30 403   -8,81   -2,14%
  • IDXHIDIV20 455   -7,63   -1,65%
  • IDX80 122   -2,25   -1,82%
  • IDXV30 131   -1,45   -1,10%
  • IDXQ30 127   -1,92   -1,49%

Menekan Ekonomi Petani, APKASINDO Minta Pemerintah Tinjau Kembali PP 45/2025


Selasa, 14 Oktober 2025 / 17:44 WIB
Menekan Ekonomi Petani, APKASINDO Minta Pemerintah Tinjau Kembali PP 45/2025
ILUSTRASI. Pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari dalam truk di sebuah tempat jual beli tanda buah segar (RAM) di Desa Purnama Dumai, Riau, Sabtu (18/1/2025). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa. Kalangan petani sawit meminta pemerintah meninjau kembali PP Nomor 45 Tahun 2025 tentang Sanksi Administratif dan PNBP sektor kehutanan.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kalangan petani sawit meminta pemerintah meninjau kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 tentang Sanksi Administratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor kehutanan. 

Kebijakan tersebut dinilai berpotensi menekan ekonomi petani, terutama mereka yang memiliki lahan sawit yang diklaim berada di kawasan hutan.

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat ME Manurung, mengatakan denda yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi dan tidak rasional dibandingkan kemampuan ekonomi petani sawit.

“Kami berharap pemerintah berkenan meninjau kembali PP 45 tersebut. Karena sangat tidak mungkin kami petani sawit bisa membayar sebagaimana tertuang dalam aturan itu,” ujar Gulat kepada Kontan, Selasa (14/10).

Baca Juga: Cak Imin: 23 Juta Peserta BPJS Kesehatan Akan Dapat Penghapusan Tunggakan

Gulat menjelaskan, dalam aturan tersebut petani diwajibkan membayar denda hingga Rp25 juta per hektare per tahun bagi lahan sawit yang masuk dalam kawasan hutan. 

Dengan ketentuan ini, lahan yang sudah berumur 15 tahun, misalnya, dapat dikenai denda hingga Rp250 juta per hektare.

“Kami tidak memahami dari mana munculnya angka Rp 25 juta tersebut. Tentu perlu dikaji secara akademis dulu,” tegasnya.

Lebih jauh, Gulat menilai penerapan denda tersebut tidak sebanding dengan pendapatan riil petani sawit di lapangan. Rata-rata hasil bersih panen sawit petani hanya sekitar Rp400 ribu hingga Rp800 ribu per bulan per hektare, jauh di bawah besaran denda yang mencapai sekitar Rp2,1 juta per bulan.

“Jika ini tetap dipaksakan, kami petani sawit akan sangat terpuruk. Ekonomi rumah tangga kami terganggu dan bisa menjadi pasien bansos,” ujarnya.

Gulat juga menyoroti dampak makro yang mulai terasa. Berdasarkan data yang disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, sejumlah provinsi penghasil sawit kini mengalami inflasi di atas 5%, yang dinilai berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan keamanan daerah.

APKASINDO, kata Gulat, menghormati upaya pemerintah dalam menata pengelolaan kawasan hutan. Namun pihaknya berharap agar Presiden Prabowo Subianto memberikan jalur afirmasi bagi petani sawit, mengingat kontribusi besar sektor ini terhadap perekonomian nasional.

“Kami sangat bangga menjadi petani sawit Indonesia dan ingin berguna untuk negara. Tapi kami mohon, dengan segala keterbatasan kami, agar diberikan jalur afirmasi,” imbuh Gulat.

APKASINDO bersama asosiasi petani sawit lainnya telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden dengan tajuk “Permohonan Pemulihan Keadilan Agraria bagi Petani Sawit Indonesia.” Surat tersebut disampaikan pekan lalu sebagai bentuk aspirasi kolektif petani sawit di seluruh Indonesia yang terdampak PP 45/2025.

Baca Juga: Budi Gadai Indonesia Catat Penyaluran Pinjaman Rp 199 Miliar per September 2025

Selanjutnya: Tumbuh 62,63%, Pembiayaan Emas Multifinance Capai Rp 8,08 Miliar per Agustus 2025

Menarik Dibaca: Mau Bibir Plumpy? Ini 6 Tips Bibir Plumpy Alami Tanpa Filler

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×