Reporter: Fitri Nur Arifenie, Handoyo, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Keputusan Adi Joe memborong empat unit apartemen di Green Lake Sunter, dua tahun silam, tampaknya tak salah. Dia membeli apartemen itu dengan harga senilai Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per unit.
Kala dia membeli, apartemen tersebut belum dibangun alias green field. "Dalam tempo dua tahun, harganya sudah naik hampir 10%," ungkap Adi, yang sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan manajer investasi di Jakarta.
Tidak hanya memanfaatkan apartemen itu sebagai hunian, Adi juga ingin aset properti jangkung ini menjadi salah satu sarana investasi yang menguntungkan di masa-masa mendatang.
Belajar dari Adi, investasi apartemen memang masih menjanjikan, khususnya di perkotaan seperti Jakarta. Bagi sebagian investor, termasuk Adi, membeli apartemen menjadi peluang untuk mengeruk untung. Selain dijual kembali dan meraih capital gain, kebanyakan investor membeli apartemen untuk disewakan kembali.
Harapan Adi memang sejalan dengan proyeksi sejumlah pengamat properti di Tanah Air. Pasar apartemen pada tahun depan dinilai masih prospektif, meski tumbuh cenderung melambat.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, menilai, memang tidak semua apartemen berpotensi tumbuh. Harga hunian jangkung yang bakal menanjak tahun depan adalah apartemen yang menyasar konsumen kelas menengah dengan harga berkisar Rp 300 juta hingga Rp 800 juta per unit.
Sedangkan pasar apartemen kelas atas seharga Rp 800 juta per unit, menurut Ali, akan sulit tumbuh. Pasalnya, harga properti saat ini sudah berada di puncak. Selama empat tahun terakhir, yakni periode 2009 hingga 2012, para pengembang apartemen terus mengerek harga jual. "Sehingga tahun depan sudah jenuh," ungkap Ali.
Namun, bila ingin merasakan gain dari investasi apartemen, investor sebaiknya membeli apartemen ketika saat apartemen belum dibangun atau saat presale. Sebab, untungnya bakal lebih besar dibanding membeli saat apartemen selesai dibangun. "Karena harga awal pasti lebih murah," ungkap Ali.
Sebagai gambaran, capital gain apartemen ketika membeli presale pada tahun ini berkisar 35% hingga 40%. Namun, di tahun depan, capital gain-nya berpotensi menyusut menjadi 25% hingga 30%. "Kalau beli apartemen jadi itu capital gain-nya sekitar 30%," ungkap Ali.
Adapun imbal hasil atau yield dari sewa apartemen di tahun depan diperkirakan sama dengan yield tahun ini yakni 7% hingga 8% per tahun. "Imbal hasil investasi apartemen setiap tahun rata-rata hampir sama, yang berbeda itu capital gain-nya," kata Ali.
Sedangkan Tonny Eddy, President Director Tonny Eddy & Associates, menegaskan, imbal hasil dari investasi apartemen masih lumayan, yakni mencapai 6% hingga 10% per tahun.
Namun bagi investor yang berminat terjun ke investasi apartemen, Tonny justru menyarankan untuk bermain di segmen apartemen mewah atau sekalian ke menengah bawah. Sebab, "Masyarakat Indonesia cenderung masih memilih rumah daripada apartemen," ungkap Tonny.
Hasan Pamudji, Senior Research Manager Knight Frank Indonesia, lembaga konsultan properti, mengatakan, pasar apartemen dalam lima tahun mendatang masih cukup stabil, termasuk di kawasan penyangga Jakarta. Tetapi dengan asumsi harga lahan di daerah tersebut makin tinggi sehingga memacu permintaan hunian vertikal.
Pertumbuhan pasar apartemen ini juga berkaitan dengan kebijakan suku bunga kredit yang diterapkan Bank Indonesia dan siklus ekonomi. Lagipula, pertumbuhan harga apartemen dalam enam bulan terakhir sudah cukup tinggi, yakni sekitar 30% untuk apartemen yang menyasar kelas atas dan 10%-15% untuk segmen menengah dan bawah.
“Saya belum bisa memprediksi apakah pasar apartemen dalam 10 tahun lagi masih sebaik saat ini. Di wilayah Jakarta, misalnya, ruang gerak bagi perkembangan apartemen makin terbatas,” ujar Hasan.
Panangian Simanungkalit, pengamat properti dan pemilik Panangian School of Property, juga menyatakan, prospek investasi apartemen sejatinya masih menjanjikan. Menurut dia, bisnis apartemen tumbuh berkisar 13% per tahun. "Apartemen kelas menengah masih mendominasi," ujar dia.
Hingga saat ini, jumlah apartemen mencapai 50.000 unit. Dari jumlah itu, sebanyak 30.000 unit merupakan apartemen yang menyasar kelas menengah, sisanya terbagi ke segmen menengah ke bawah dan mewah.
Bagi pengembang bisnis apartemen, lokasi menjadi penentu apakah tempat itu banyak diminati. Panangian mengatakan apartemen di kawasan central business district masih menjanjikan. Lokasi apartemen yang berdekatan dengan tempat kerja juga turut mempengaruhi permintaan hunian ini. Apalagi, di dekat hunian itu ada fasilitas pendukung seperti pusat perbelanjaan dan tempat hiburan.
Khusus di Jakarta, setidaknya ada delapan titik strategis lokasi apartemen yang memiliki prospek cerah. Kawasan itu antara lain Thamrin, Sudirman, Kuningan, Kasablanka, Dr Satrio, Plaza Semanggi, dan Plaza Senayan.
Panangian menambahkan, harga apartemen bervariasi, sangat tergantung pada kelasnya. Di Jakarta, misalnya, harga apartemen berkisar Rp 10 juta hingga Rp 40 juta per meter persegi. Sedangkan harga apartemen di luar Jakarta, masih ada yang di bawah Rp 10 juta per m2.
Ali juga mengatakan, tantangan terbesar pengembangan apartemen adalah ketersediaan lahan. Saat ini, lahan di wilayah Jakarta sudah
semakin terbatas. Memang masih ada lokasi yang bagus di Jakarta, tapi pengembang tetap harus jeli melihat peluang pasar.
Sebaliknya, di luar Jakarta lahan masih cukup lebar. Sehingga ada peluang besar bagi para pengembang apartemen untuk berburu lahan dan
berekspansi ke luar Jakarta. Hanya saja berbisnis apartemen di luar Jakarta tidak mudah. Maklum, permintaan apartemen di daerah tidak terlalu tinggi. "Karena pasar di luar Jakarta adalah pasar ikut-ikutan, bukan permintaan alami," ungkap Ali. Namun tetap saja ada beberapa kota yang punya prospek cerah untuk investasi apartemen, seperti Surabaya, Bandung, Palembang, dan Makassar.
Direktur Utama PT Adhi Persada Properti, Giri Sudaryono, mengatakan pasar apartemen masih bisa bertumbuh hingga 10 tahun mendatang. Adhi
Persada siap mengembangkan beberapa proyek apartemen di luar Jakarta seperti Bandung, Surabaya, dan Bali pada tahun depan.
Di Bandung, anak usaha PT Adhi Karya Tbk ini akan membangun enam tower apartemen dan komplek komersial. Tapi proyek ini masih dalam tahap negosiasi dengan pemilik lahan. Di Surabaya, Adhi Persada menggandeng PT Boma Bisma Indra untuk mengembangkan proyek mixed used mini. Badan usaha milik negara ini punya lahan seluas 1,2 hektare.
Nantinya, di proyek mixed used mini akan dibangun tiga tower, untuk apartemen, perkantoran, dan hotel. Nilai proyek di Jalan Ngagel itu diperkirakan mencapai Rp 1,1 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News