Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Test Test
Saat bulan puasa seperti sekarang, peredaran makanan mengandung bahan pengawet kimia rentan terjadi. Sampai-sampai pemerintah harus melakukan inspeksi alias pengawasan langsung ke pasar-pasar untuk mencegah makanan yang mengandung pengawet jenazah itu.
Ternyata, larangan makanan berformalin menjadi peluang usaha bagi petani rajungan dan pengusaha kulit rajungan. Pasalnya, limbah kulit atau cangkang rajungan adalah bahan baku kitosan, bahan pengawet alami yang bisa menggantikan formalin. Selain itu, kulit rajungan juga bisa menjadi bahan fungisida dalam memproduksi kosmetik.
Afif Firdaus, salah seorang pengusaha kulit rajungan mengaku, bisnis ini memang sangat menguntungkan. Selain permintaannya yang besar, harga jual limbah kulit rajungan juga lumayan tinggi. Pemilik PT Alam Amanah itu menjual kulit rajungan Rp 1.500 per kilogram untuk eksportir di Pulau Jawa. Sedangkan untuk pasokan eksportir kulit rajungan di Lampung, dia menjual Rp 2.500 per kilogram.
Marjin keuntungannya cukup besar karena Afif hanya mengeluarkan Rp 700 sampai Rp 1.000 untuk 1 kilogram limbah kulit rajungan dari petani. Pengolahan limbah kulit rajungan sehingga layak jual juga tidak rumit. Afif cukup mencuci sampai bersih dan mengeringkan. "Kulit atau cangkang rajungan yang bagus untuk ekspor adalah kulit rajungan yang benar-benar kering," katanya.
Kulit rajungan produksi Afif kebanyakan digunakan oleh pabrik kosmetik di dalam negeri. Dia mendapatkan pasokan limbah kulit rajungan dari petani di Madura dan Nusa Tenggara Timur. Dalam sepekan, Afif bisa mengirim 5 ton kulit rajungan ke pemesan. Sayang, bisnis kulit rajungan ini terbentur ketersediaan pasokan. "Pasokan sering seret," tandasnya.
Zulkifli, pemilik CV Mikro Alam Lestari di Lampung menambahkan, panen rajungan memang jarang, hanya dua kali dalam setahun yakni pada Juni dan Desember. Kendati begitu, jika melihat tingginya permintaan, usaha kulit rajungan memang menggiurkan. Setiap pekan, dia mampu menjual 5 ton kulit rajungan. Alhasil, pengusaha yang sudah merintis bisnis kulit rajungan sejak 1996 ini mampu mengumpulkan pendapatan kotor sekitar Rp 1,2 juta per pekan. "Permintaan sebenarnya lebih dari itu. Tapi, yang terkumpul cuma sebanyak itu," imbuhnya. Menurut Zulkifli, eksportir yang membeli kulit rajungan darinya kebanyakan mengekspornya ke Jepang. Biasanya untuk campuran pakan ternak yaitu konsentrat.
Bisnis ini memang sangat menguntungkan. Selain permintaannya yang tinggi, harganya pun lumayan. Untuk 1 kilogram (kg) kulit rajungan dihargai Rp 1500 untuk kawasan Jawa. Untuk di daerah Bandar Lampung, si kulit keras ini dihargai Rp 2500 per kg. Dari nelayannya sendiri, biota amis ini dibeli seharga Rp 700 sampai Rp 1000 per kg nya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News