Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kembali menanjaknya kebutuhan angkutan udara di tengah pelonggaran PPKM tak sertamerta membuat PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bisa kembali terbang tinggi. Garuda masih harus melalui jalan terjal dari restrukturisasi yang sedang berlangsung.
Kabar terbaru, Garuda sedang menunggu putusan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta. Namun sidang putusan PKPU yang semestinya Kamis lalu ditunda hingga pekan depan lantaran majelis hakim tidak hadir. Menyadari beratnya kondisi Garuda, pemerintah pun menyiapkan opsi jika national flag carrier Indonesia ini terancam tak bisa terbang lagi.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengakui berat dan rumitnya kondisi Garuda saat ini. Dengan kondisi keuangan yang terpuruk, hingga negatif US$ 2,6 miliar, Garuda harus meminta keringanan dari para lessor. "Lessor-nya ada banyak banget, 32. Apakah bisa berhasil? saya bilang 50:50," kata Kartika.
Dalam pembahasan, para lessor pun terus diyakinkan bahwa Garuda masih punya prospek untuk bertahan, lantaran memiliki pasar domestik yang besar. "Saya tetap yakin, lessor punya coomon interest. Jadi kalau restrukturisasi, harusnya mereka akan ikut di bisnis model di masa depan. So far cukup banyak yang tertarik," ungkap Kartika.
Baca Juga: Jokowi minta BUMN yang tak berkembang ditutup
Dia melanjutkan, tak hanya pembahasan restrukturisasi dengan para lessor, peluang Garuda di gugatan PKPU pun masih 50:50 untuk menang atau gagal. Guna mengantisipasi kemungkinan terburuk, pemerintah pun menyiapkan opsi agar industri penerbangan bisa tetap bergerak.
Mengantisipasi kemungkinan terburuk jika Garuda kalah di PKPU atau gagal resrtukturisasi, pemerintah menyiapkan Pelita Air untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Garuda. Bahkan Kementerian BUMN pun sedang mengajukan perizinan bagi Pelita Air untuk bisa mengantongi medium class schedule flight.
"Kami lagi ajukan izin Pelita. Sebagai alternatif, nanti Pelita untuk mengisi kekosongan yang ditinggal Garuda," sebut Kartika.
Peneliti Lembaga Manajemen FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto berharap penyehatan Garuda bisa berjalan sesuai rencana. Sebab, misalnya Garuda sampai pailit, hal itu juga tidak akan berdampak baik bagi para kreditur dan lessor. Untuk itu, manajemen Garuda mesti bisa meyakinkan para lessor dan kreditur untuk meminta fleksibilitas waktu dalam memenuhi kewajibannya.
"Kalau gugatan dimenangkan (PKPU), memang kemudian mau gimana? kondisi keuangan, aset, dan kewajiban Garuda bisa dibilang ekuitas negatif, apa yang didapat para kreditur? kan itu sulit," ujar Toto saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (15/10).
Baca Juga: Begini Babak Baru Penyelamatan Garuda Indonesia (GIAA)
Apalagi, saat ini sejatinya menjadi momentum yang tepat bagi pemulihan industri penerbangan, termasuk Garuda. Selain permintaan angkutan udara yang meningkat seiring penurunan kasus covid-19 dan pelonggaran PPKM, peluang kembali dibolehkannya umrah dan haji bakal menjadi angin segar bagi Garuda Indonesia.
Dengan captive market yang besar, penerbangan haji dan umrah bisa menjadi tulang punggung untuk meningkatkan keuangan Garuda. "Jadi mesti ada pendekatan yang lebih win win dengan melihat keberlanjutan dan kondisi yang lebih baik. Agar Garuda bisa memanfaatkan momentum ini untuk melakukan recovery, saya kira Garuda bisa diberikan kesempatan untuk tarik nafas, perlahan bisa kembali pulih," sebut Toto.
Lalu, dibanding menggantikan posisi Garuda, dengan jumlah pesawat yang telah berkurang Toto mengusulkan agar nantinya ada peralihan fokus antara Garuda Indonesia dan Citilink sebagai anak usahanya. Garuda bisa difokuskan untuk melayani rute-rute internasional dan sebagian rute domestik yang ramai. Sedangkan Citilink fokus menggarap pasar domestik.
Sedangkan untuk Pelita Air, Toto mengusulkan agar dilakukan kolaborasi untuk memperkuat posisi Garuda. "Jadi ada pembagian segmen, internasional Garuda, domestik fokus Citilink. Kalau Pelita masih punya pesawat bisa dipinjam, kolaborasi. Kan sama-sama BUMN, kantong kiri, kantong kanan saja," ungkap Toto.
Sementara itu, pengamat penerbangan Alvin Lie berpandangan bahwa restrukturisasi atau penyehatan Garuda secara umum tergantung pada dua hal. Pertama, bagaimana bantuan Penyertaan Modal Negara (PMN) bisa disalurkan secara efektif. Kedua, kemampuan negosiasi dari manajemen Garuda dengan para lessor dan kreditur.
Baca Juga: 11 Langkah cara menggunakan meterai elektonik, belum banyak yang tahu
Dengan berkurangnya jumlah pesawat dan rute yang dilayani, saat pasar kembali pulih maka akan terjadi kompetisi yang sengit antara maskapai swasta dan BUMN. Alvin bilang, strategi untuk bisa berkompetisi memang perlu disiapkan oleh maskapai plat merah.
Pasalnya, harga tiket Garuda saat ini hampir selalu ada di batas atas tarif, sehingga untuk rute penerbangan yang sama harga tiketnya bisa hampir dua kali lipat dibandingkan Citilink atau kompetitor Garuda.
"Ini saya kira menjadi tantangan dan peluang bagi pesaing-pesaing Garuda. Ketika pasar mulai pulih, ini menjadi rebutan, apakah diambil alih oleh airline swasta atau BUMN. Yang pasti Citilink dan Pelita siap," pungkas Alvin.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra belum banyak berkomentar terkait progres dan tahapan yang sedang ditempuh dalam restrukturisasi Garuda. Yang pasti, pembicaraan dengan para kreditor terus ditempuh.
Irfan pun mengamini ada kenaikan jumlah penumpang dan traffic penerbangan setelah pelonggaran PPKM. Dia juga meyakinkan akan mengoptimalkan kenaikan permintaan angkutan udara itu sebagai momentum bagi pemulihan Garuda.
"Masih proses (restrukturisasi). Ada peningkatan setelah penurunan PPKM. Tentu kami akan maksimal effort di tengah kenaikan mobilitas masyarakat," ujar Irfan kepada Kontan.co.id, Jum'at (15/10).
Selanjutnya: Garuda Indonesia fasilitasi pengangkutan snow leopard dari Amsterdam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News