kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Menilik Prospek dan Tantangan Industri Migas pada 2025


Senin, 30 Desember 2024 / 18:44 WIB
Menilik Prospek dan Tantangan Industri Migas pada 2025
ILUSTRASI. Jelang tutup tahun 2024, ada beberapa tantangan dan peluang yang akan dihadapi industri minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia pada 2025


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang tutup tahun 2024, ada beberapa tantangan dan peluang yang akan dihadapi industri minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia pada 2025. Dampak kebijakan energi global, dinamika geopolitik, hingga pentingnya fokus pada peningkatan produksi domestik.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal menyoroti sejumlah tantangan dan peluang yang akan dihadapi industri minyak dan gas bumi (migas) Indonesia di tahun 2025.

“Tantangan ke depan akan semakin berat. Kebijakan Amerika Serikat (AS), yang memprioritaskan investasi domestik dan memberikan insentif besar pada perusahaan migas, berpotensi mengalihkan investasi global dari Indonesia,” kata Moshe kepada Kontan, Senin (30/12).

Baca Juga: Pertamina Hulu Rokan (PHR) Produksi 2.350 BOPD dari Lapangan Pinang East

Selain itu, tekanan geopolitik seperti konflik di Timur Tengah dan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Cina juga menambah ketidakpastian.

Menurut Moshe, pemerintah Amerika Serikat mendorong produksi domestik dengan menawarkan berbagai kemudahan dan insentif bagi pelaku industri migas. Dampaknya, portofolio investasi perusahaan migas internasional diperkirakan akan berfokus kembali ke Amerika Serikat, mengurangi minat investasi di negara lain seperti Indonesia.

Menghadapi kondisi tersebut, Moshe menegaskan pemerintah Indonesia harus memprioritaskan produksi migas domestik

"Kebutuhan energi nasional terus meningkat. Walaupun persentase minyak dalam bauran energi menurun, volumenya tetap bertambah. Grafik kebutuhan energi kita tidak pernah stagnan,” ujarnya.

Selain itu, energi alternatif seperti biofuel dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan energi secara optimal karena menimbulkan tantangan baru seperti dampak lingkungan dan deforestasi.

“Migas tetap harus menjadi fokus utama kita dalam beberapa dekade ke depan,” tambah Moshe.

Baca Juga: PHE Temukan Cadangan Minyak Baru di Sumatra Selatan

Lebih lanjut, Moshe menyarankan agar kebijakan pemerintah lebih terarah pada aspek yang memberikan nilai nyata bagi peningkatan produksi migas dan pendapatan negara.

Menurutnya, isu keberlanjutan memang penting, tetapi jangan sampai menggeser prioritas utama. “Apapun yang tidak memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan produksi dan pendapatan energi nasional seharusnya diminimalisasi,” tegasnya.

Melihat tantangan global yang ada, industri migas Indonesia diharapkan mampu beradaptasi dan tetap menjadi penopang kebutuhan energi nasional. Moshe menegaskandengan kebijakan yang tepat, fokus pada produksi, serta keberanian untuk mengesampingkan hal-hal yang tidak esensial, sektor migas Indonesia masih memiliki peluang besar untuk tumbuh dan memenuhi kebutuhan energi nasional hingga masa depan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar mengungkapkan, prospek bisnis migas tahun depan jika mengacu pada asumsi makro sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah ditetapkan pada APBN 2025, maka cenderung meningkat walaupun tidak signifikan.

"Lifting minyak diperkirakan 600 ribu Barel Oil Per Day (BOPD) dan gas bumi 1005 BOEPD, sedangkan ICP 82 US$. Namun kita lihat ada upaya keras untuk peningkatan investasi migas, sehingga prospek migas secara umum akan meningkat, khususnya gas bumi karena peningkatan kebutuhan untuk industri," kata Bisman kepada Kontan, Senin (30/12).

Menurut Bisman, peluang industri migas cukup besar, karena kebutuhan terus meningkat dan harga diperkirakan juga akan naik. Selain itu ,juga ada peluang mengembangkan CCS dan CCUS dalam kegiatan usaha migas.

Baca Juga: Pertamina Sedang Mencari Swasta Kelola 5.000 Sumur Migas Idle, Siapa Berminat?

Sedangkan tantangan utama terkait investasi untuk eksplorasi yang perlu diakselerasi, masalah perizinan dan lahan, masalah jaminan kepastian hukum dan yang utama masalah RUU Migas yang sudah belasan tahun tidak kunjung selesai.

"Hal ini sangat menghambat pengembangan investasi di hulu Migas," jelasnya.

Bisman menambahkan, strategi utama untuk peningkatan usaha migas adalah bagi Pemerintah dan DPR harus segera menyelesaikan RUU Migas, memberikan kemudahan aspek perizinan dan legalitas, mengundang investor dengan memberikan insentif dan kompensasi yang menarik.

"Sedangkan bagi pelaku usaha strategi yang bisa dilakukan adalah optimalisasi produksi dengan pemanfaatan maksimal inovasi teknologi dan mengembangkan lapangan-lapangan baru yang potensial," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×