Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri minyak dan gas bumi (migas) diproyeksikan tetap menjadi tulang punggung ketahanan energi Indonesia hingga tahun 2050.
Menurut Rencana Umum Energi Nasional kontribusi migas dalam bauran energi nasional diperkirakan mencapai 34-44%, meskipun persentase tersebut akan menurun seiring dengan upaya pengembangan energi terbarukan.
Kebutuhan energi fosil diprediksi akan terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi.
"Saat ini, kebutuhan bahan bakar minyak mencapai 1,6 juta barel per hari, dan pada 2050 diperkirakan mencapai 4 juta barel per hari," ungkap Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, dalam acara "Ngobrol Migas Bersama ReforMiner", Selasa (12/11).
Baca Juga: Genjot Produksi Minyak, Pertamina Hulu Rokan (PHR) Optimalkan Transformasi Digital
Menurut Komaidi, meskipun energi terbarukan semakin berkembang, peran migas masih sangat penting dalam mendukung kebutuhan energi domestik. Sektor migas juga menjadi komponen kunci dalam perekonomian nasional.
Namun, ketergantungan Indonesia terhadap impor migas menimbulkan tantangan yang perlu segera diatasi. Tahun ini, kebutuhan devisa untuk impor migas mencapai Rp380,4 triliun.
Untuk mengurangi ketergantungan ini, Indonesia harus memaksimalkan produksi migas dalam negeri melalui eksplorasi dan peningkatan kapasitas lapangan yang ada.
Komaidi menjelaskan bahwa investasi di sektor migas memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Investasi di sektor hulu migas tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menggerakkan sektor-sektor pendukung seperti manufaktur, jasa, dan transportasi.
Baca Juga: Target Penerimaan Pajak 2024 Diperkirakan Tak Tercapai, Sektor Migas Jadi Penentu
"Setiap dolar yang diinvestasikan di sektor ini memberikan multiplier effect bagi perekonomian," katanya.
Pentingnya teknologi dalam meningkatkan efisiensi sektor migas juga menjadi sorotan. Inovasi seperti penggunaan data geofisika dan geologi dapat membantu optimasi eksplorasi dan produksi.
Selain itu, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) mulai diterapkan untuk mengurangi emisi karbon dari sektor ini.
"Dengan teknologi ini, sektor migas dapat berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca, sehingga tercipta keseimbangan antara kebutuhan energi dan keberlanjutan lingkungan," ujarnya.