kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik rencana pemerintah ubah lahan bekas tambang jadi ladang energi terbarukan


Senin, 13 Januari 2020 / 16:13 WIB
Menilik rencana pemerintah ubah lahan bekas tambang jadi ladang energi terbarukan
ILUSTRASI. Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Kamis (29/8/2019). Guna memperkuat sistem kelistrikan Lombok sekaligus mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan? (EBT) untuk pembang


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana memanfaatkan lahan bekas tambang untuk dijadikan sebagai tempat pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, pihaknya ingin lahan bekas tambang bisa ditanami tumbuhan yang dapat menjadi sumber energi atau menjadi lahan untuk pembangkit jenis EBT, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Arifin menyebut, rencana tersebut menjadi salah satu program prioritas Kementerian ESDM di tahun ini.

Baca Juga: Pipa gas Sabah-Sarawak meledak

"Reklamasi bekas lahan tambang, yang selama ini dilakukan penanaman kembali, nanti bisa ditanam tumbuhan-tumbuhan energi. Sehingga yang telah dieksploitasi bisa dikembalikan menjadi energi yang berkelanjutan dan terbarukan," jelas Arifin dalam paparan kinerja ESDM tahun 2019 dan rencana 2020, pekan lalu.

Sayangnya, pihak Kementerian ESDM belum menerangkan dengan detail pengaturan dan implementasi dari rencana ini. Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sri Raharjo, mengatakan bahwa pihaknya masih menyusun detail pengaturan dari rencana tersebut.

Yang jelas, kata Sri, pemanfaatan lahan bekas tambang menjadi ladang tanaman energi atau pembangkit EBT akan diterapkan mulai tahun 2020 ini. "Mulai tahun 2020, masih dibahas detailnya," kata Sri kepada Kontan.co.id, Minggu (12/1).

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli memandang positif rencana tersebut. Menurutnya, lahan bekas tambang bisa dimanfaatkan untuk perkebunan yang bermanfaat sebagai sumber energi. Seperti sawit, sorgum, bunga matahari dan jarak.

Baca Juga: BKPM eksekusi investasi PLTS Cirata dengan investor di Abu Dhabi

Sedangkan untuk lubang bekas bukaan tambang yang tidak bisa ditutup atau pun yang dipenuhi air, Rizal berpendapat bahwa lahan tersebut bisa dimanfaatkan menjadi PLTS.

"Sehingga seluruh area bekas tambang dapat dimanfaatkan setelah ditinggalkan karena cadangan tambangnya habis. Itu juga berguna untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah penambangan," sebut Rizal kepada Kontan.co.id, Senin (13/1).

Kendati begitu, Rizal meningkatkan bahwa pengawasan terhadap reklamasi dan pengelolaan lahan bekas tambang harus terus ditingkatkan. Baik oleh Kementerian ESDM di tingkat pusat, maupun Dinas ESDM di daerah.

Pengelolaan lahan bekas tambang pun, kata Rizal, harus sesuai dengan Rencana Pasca Tambang (RPT) dan Rencana Reklamasi (RR) yang sudah disetujui pemerintah.

"Sebab pengelolaan pasca tambang termasuk reklamasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari operasi penambangan yang merupakan bagian dari good mining practice," terang Rizal.

Sementara itu, Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Dwi Sawung menekankan bahwa semestinya pemanfaatan bekas lahan tambang sebagai lahan pengembangan EBT tidak menjadi satu-satunya opsi.

Baca Juga: Ditargetkan rampung November 2020, konstruksi FSRU untuk PLTGU Jawa 1 capai 62,5%

Sebab, Sawung berpendapat bahwa lahan bekas tambang seharusnya dipulihkan sesuai dengan bentang alam dan vegetasi sebelum dieksploitasi menjadi lahan tambang.

"Harusnya dipulihkan lagi seperti sebelum ada tambang meski tidak bisa 100% sama. Kalau dulunya hutan, kembalikan lagi menjadi hutan, sesuai fungsinya. Kalau diganti (ekosistem) nggak akan pulih," kata Sawung.

Sawung pun mengingatkan, implementasi reklamasi dan pengelolaan pasca tambang harus benar-benar dijalankan, serta menjadi satu paket yang komprehensif dengan rencana penambangan dari sejak eksplorasi hingga produksi.

"Harusnya kan itu memang satu paket. Ketika dia (perusahaan) menambang, sudah merencanakan kalau ditutup seperti apa, dengan apa. Perencanaannya harus sudah ada dari awal dan dijalankan," ungkap Sawung.

Baca Juga: Produksi domestik dibatasi, simak rekomendasi saham emiten tambang batubara

Jika tidak, sambungnya, maka ketika penambangan selesai akan meninggalkan lubang-lubang bekas tambang yang membahayakan. Dalam hal ini, Sawung mengatakan, penambangan batubara lebih banyak meninggalkan lubang tambang dibandingkan komoditas mineral.

Hal itu terjadi lantaran melonjaknya jumlah izin usaha pertambangan (IUP) saat perizinannya dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten, yang lalu beralih ke Provinsi. "Itu residu waktu otonomi daerah. Si daerah menerbitkan izin tanpa keahlian dan tanpa good planning dan good mining," kata Sawung.

Sebagai informasi, sepanjang 2019, realisasi reklamasi lahan bekas tambang mencapai 6.748 hektare (ha). Menurut Sri Raharjo, jumlah itu masih bisa bertambah lantaran hingga akhir Januari Kementerian ESDM masih melalukan rekonsiliasi data.

Baca Juga: Sempat mangkrak, pemerintah lanjutkan revisi PP 23/2010 tentang PKP2B

Adapun, pada tahun 2020, Kementerian ESDM menargetkan bisa mereklamasi lahan bekas tambang seluas 7.000 ha. Sri memastikan, untuk perusahaan pemegang izin dari pemerintah pusat, tingkat kepatuhan dalam reklamasi pasca tambang sudah 100%.

"Untuk izin pusat kewenangan Kementerian ESDM 100% comply. Untuk izin Pemda, masih rekonsiliasi," sebut Sri.

Asal tahu saja, dalam enam tahun terakhir, realisasi reklamasi lahan bekas tambang selalu di atas 6.500 ha. Pada tahun 2014, lahan bekas tambang yang direklamasi mencapai 6.597 ha, pada tahun 2015 sebanyak 6.732 ha, lalu pada tahun 2016 seluas 6.876 ha.

Pada tahun 2017 mencapai 6.808 ha, dan pada 2018 lahan yang terreklamasi seluas 6.950 ha.

Baca Juga: Analis Binaartha rekomendasikan beli saham MEDC, ini alasannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×