Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha yang bergerak di industri alat berat memetakan dampak jangka pendek dan jangka menengah pasca banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Sumatra. Bencana tersebut menimpa sejumlah wilayah, terutama di Aceh, Sumatra Barat (Sumbar) dan Sumatra Utara (Sumut).
Ketua IV Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) Immawan Priyambudi mengungkapkan berdasarkan tren historis, kontribusi Sumatra terhadap total permintaan alat berat nasional mencapai sekitar 20%–25%. Dominasi permintaan alat berat berasal dari provinsi penghasil komoditas seperti Sumatra Selatan (Sumsel), Riau, dan Sumut.
"Secara umum, Pulau Sumatra menyumbang porsi yang cukup signifikan terhadap permintaan alat berat nasional, terutama dari sektor pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur," ungkap Immawan saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (7/12/2025).
Baca Juga: Strategi DMMX Rajin Jalin Kolaborasi & Mengungkit Bisnis IP Lewat Bumilangit
Immawan memperkirakan, outlook industri alat berat di Sumatra pasca bencana akan mengalami dua fase. Dalam jangka pendek, permintaan terhadap alat berat baru cenderung stagnan atau menurun akibat gangguan operasional dan fokus pada penanganan darurat pasca bencana.
Namun di tengah kebutuhan yang mendesak, permintaan sewa berpotensi menanjak. Prioritas utama adalah pembersihan area terdampak serta pemulihan akses dan infrastruktur. Proses ini berpotensi mendorong permintaan sewa alat berat seperti excavator, bulldozer, loader, dan dump truck.
Sedangkan dalam jangka menengah, Immawan memperkirakan permintaan alat berat akan meningkat. Hal ini didorong oleh proyek rekonstruksi jalan, jembatan, dan fasilitas publik, serta percepatan program infrastruktur pemerintah untuk memulihkan aktivitas ekonomi.
"Permintaan unit baru kemungkinan akan meningkat pada tahap berikutnya, seiring dengan dimulainya proyek rekonstruksi dan upaya kontraktor maupun perusahaan rental untuk menambah atau mengganti armada," ujar Immawan.
Meski begitu, tak semua pelaku usaha di industri alat berat terdampak bencana yang melanda Sumatra.
Direktur PT Intraco Penta Tbk (INTA) Willianto Febriansa mengungkapkan bahwa wilayah terdampak yakni Aceh, Sumbar dan Sumut bukan menjadi area operasional utama bagi INTA.
Baca Juga: Begini Strategi Adi Sarana Armada (ASSA) untuk Perkuat Bisnis Sewa Kendaraan
Area operasional bisnis alat berat INTA berada di Pulau Kalimantan dan Sulawesi, seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan portofolio bisnis alat berat INTA di Sumatra mayoritas berada di Sumsel.
Dus, bencana di Sumatra tidak mengubah target bisnis INTA sampai tutup tahun 2025 maupun outlook untuk tahun depan.
"Di daerah terdampak bencana yaitu Aceh, Sumbar dan Sumut, INTA tidak ada portofolio bisnis besar, sangat kecil. Jadi daerah-daerah ini tidak berdampak ke outlook dan rencana bisnis tahun 2026," kata Willianto saat dihubungi Kontan.co.id beberapa hari lalu.
Proyeksi Alat Berat pada 2026
Secara keseluruhan, Immawan memprediksi bencana di Sumatra membawa dampak yang relatif terbatas terhadap prospek bisnis alat berat pada tahun 2025, karena waktu tersisa yang sudah singkat.
Tetapi, permintaan untuk tahun 2026 berpotensi mendaki, terutama pada segmen rental untuk mendukung proses pemulihan akses dan proyek rekonstruksi infrastruktur.
Selain itu, permintaan unit baru alat berat berpotensi meningkat. Sebab, kontraktor dan perusahaan rental kemungkinan akan menambah armada untuk mendukung proyek jangka menengah.
"Meskipun dampak langsung terhadap 2025 tidak terlalu besar, fase pemulihan pasca bencana akan menjadi katalis positif bagi pertumbuhan permintaan alat berat di Sumatra pada 2026," jelas Immawan.
Baca Juga: Ini Alasan Sampoerna Agro (SGRO) Percaya Diri Produksi Naik 8% di Akhir 2025
Hanya saja, Immawan memberikan catatan bahwa proyeksi tersebut tergantung pada sejumlah faktor. Terutama pada kebijakan pemulihan dari pemerintah, ketersediaan pembiayaan bagi kontraktor, kesiapan rantai pasok, serta dinamika persaingan antara pemain lokal dan produsen asing berbiaya rendah.
Belum lama ini, Immawan mengungkapkan bahwa penjualan alat berat sampai akhir tahun 2025 diproyeksikan mencapai sekitar 23.000 unit. Jika dibandingkan dengan capaian 2024, volume penjualan alat berat diproyeksikan akan turun sekitar 5%.
Setelah mengalami kontraksi pada tahun ini, Immawan memperkirakan permintaan alat berat bakal naik pada tahun 2026. Meski, level pertumbuhannya hanya moderat pada kisaran 5% - 10% dibandingkan tahun ini.
"Melihat situasi politik - ekonomi, kami juga tidak berharap ada growth yang cukup tinggi. Tapi kami melihat ada sedikit optimisme di sana, karena masih ada proyek-proyek strategis pemerintah yang menjadi peluang cukup besar untuk menggerakkan industri alat berat. Perkiraan tahun depan (tumbuh) 5%-10%," terang Immawan.
Selain permintaan dari sektor tambang, proyek strategis pemerintah juga menjadi incaran para pelaku industri alat berat. Antara lain proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall), proyek lumbung pangan (food estate), serta proyek infrastruktur, termasuk pembangunan jalan tol.
Selanjutnya: Prabowo Suntik Rp 4 Miliar Per Kabupaten/Kota yang Terdampak Banjir di Aceh & Sumatra
Menarik Dibaca: Simak Rekomendasi Teknikal Mirae Sekuritas Saham JPFA, TRIM & BBYB, Senin (8/12)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













