kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Dilema Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga


Jumat, 27 September 2024 / 16:03 WIB
Dilema Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga
ILUSTRASI. Pabrik Pengolahan Konsentrat Tembaga, Emas, dan Perak PT Newmont (8-10 Desember 2010) Foto: Azis Husaini. Pemerintah berencana kembali memberikan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga dengan sejumlah syarat.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah berencana kembali memberikan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga dengan sejumlah syarat.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, relaksasi ekspor konsentrat tembaga hanya berpotensi diberikan kepada perusahaan yang telah menuntaskan proyek smelternya. Selain itu, pemerintah bakal mengenakan nilai pajak yang tinggi bagi konsentrat tembaga yang diekspor.

Pemberian relaksasi ekspor ini didasari pertimbangan bahwa smelter milik perusahaan-perusahaan tersebut belum beroperasi dengan kapasitas penuh.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan, relaksasi ekspor konsentrat tembaga dapat diberikan oleh Pemerintah Indonesia didasarkan sejumlah pertimbangan.

Hendra menjelaskan, kebutuhan konsentrat tembaga untuk pasar domestik saat ini sudah terpenuhi. Di sisi lain, proses penambangan yang berjalan berpotensi melampaui kebutuhan domestik.

Baca Juga: Ekspor Batubara 600 Juta Ton, Menteri ESDM Tekankan Kelola Tambang Berkelanjutan

"Dari sisi penambangan dan pengolahan tembaga lebih kompleks dan memerlukan investasi besar dengan tingkat pengembalian investasi yang panjang," kata Hendra kepada Kontan, Jumat (27/9).

Hendra menjelaskan, selain pertimbangan tersebut, dalam pengoperasian smelter biasanya terdapat waktu untuk perawatan rutin sekitar 1-2 bulan setiap tahunnya. Pada momen ini, relaksasi ekspor dinilai patut diberikan. 

Selain itu, mengenai pengenaan pajak, saat ini Pemerintah Indonesia mengenakan tarif bea keluar sebesar 7,5%. Menurutnya, besaran ini sudah tergolong cukup tinggi.

"Oleh karena itu sudah sewajarnya dalam kurun tersebut perusahaan dapat diberikan relaksasi ekspor dengan pengenaan bea keluar sebesar 7,5% yang tarifnya sudah tinggi," sambung Hendra.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar menjelaskan, kebijakan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga terjadi berulang kali. Pemerintah diminta tegas terhadap kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga.

"Ini memang dalam posisi dilematis. Namun faktanya smelter belum siap sepenuhnya. Jika ekspor distop maka konsentrat tidak terserap dan akan timbulkan masalah baik operasional maupun penerimaan negara yang juga berpotensi menimbulkan masalah sosial," ungkap Bisman kepada Kontan, Rabu (25/9).

Bisman menjelaskan, idealnya izin ekspor tidak lagi diberikan. Meski demikian, saat ini tidak ada opsi lain selain pemberian relaksasi ekspor.

Bisman menegaskan, pemerintah perlu memastikan evaluasi ke depannya berjalan dengan tepat untuk memastikan proyek smelter berjalan sesuai rencana dan beroperasi sesuai target yang ditetapkan.

"Ini lagi-lagi bentuk karpet merah dari Pemerintah tapi memang tidak ada pilihan. Pemerintah harus benar-benar melakukan verifikasi agar ini bukan merupakan modus mengulur waktu untuk melanggengkan ekspor," pungkas Bisman.

Baca Juga: Pemerintah Akan Relaksasi Lagi Ekspor Konsentrat Tembaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×