kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Menimbang Untung Rugi Berlanjutnya Kebijakan Harga Gas Murah


Selasa, 09 Juli 2024 / 22:56 WIB
Menimbang Untung Rugi Berlanjutnya Kebijakan Harga Gas Murah
ILUSTRASI. Pemerintah akhirnya memutuskan melanjutkan kebijakan harga gas murah untuk industri atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai US$ 6 per million british thermal unit (MMBTU).


Reporter: Diki Mardiansyah, Dimas Andi, Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah penantian panjang, pemerintah akhirnya memutuskan melanjutkan kebijakan harga gas murah untuk industri atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai US$ 6 per million british thermal unit (MMBTU).

Meski disambut positif oleh pelaku usaha penerima harga gas murah, perpanjangan kebijakan ini bukannya tanpa suara kontra.

Sebagai informasi, terdapat tujuh sektor industri penerima manfaat harga gas murah yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Pemerintah pun turut membuka opsi untuk memperluas sektor penerima manfaat HGBT.

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengatakan, kepastian berlanjutnya harga gas murah telah mengembalikan kepercayaan pelaku usaha dan investor, sehingga mereka tidak lagi dalam posisi wait and see dan dapat kembali fokus melanjutkan ekspansi bisnis.

"Kami yakin tujuh sektor industri penerima HGBT dapat segera bangkit begitu kebijakan ini berlanjut," kata dia, Selasa (9/7).

Baca Juga: Usulan Regulasi DMO Gas Murah untuk Industri 60%, Ancam Investasi di Hulu Migas

Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) menilai, kebijakan harga gas murah masih sangat dibutuhkan. Sebab, saat ini kemampuan produksi pupuk urea yang berbahan baku gas bumi belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan pupuk secara nasional.

Dalam catatan APPI, kebutuhan pupuk nasional sekitar 14 juta ton dalam setahun, namun saat ini baru bisa terpenuhi sekitar 9 juta ton saja.

"Padahal pupuk merupakan salah satu penyangga tercapainya ketahanan pangan nasional," imbuh Achmad Tossin Sutawikara, Sekretaris Jenderal APPI, Selasa (9/7).

Senada, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menilai, kelangsungan industri keramik sangat bergantung pada kebijakan harga gas murah dan kelancaran suplai gas tersebut. Maklum, komponen biaya energi gas rata-rata 30% dari total biaya produksi keramik.

Perpanjangan kebijakan harga gas murah pun diyakini akan mendongkrak utilitas produksi keramik nasional yang saat ini sedang terganggu oleh membanjirnya produk impor dari China.

Di sisi lain, para pelaku usaha masih memiliki kekhawatiran terhadap PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai pemasok gas industri. Berdasarkan evaluasi, pelaksanaan HGBT dinilai telah melenceng karena PGN menerapkan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) yang jauh lebih rendah dari volume gas yang diamanahkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM 91/2023 sebagai aturan teknis dari Peraturan Presiden (Perpres) 121/2020.

Keraguan Harga Gas Murah

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Perusahaan Gas Indonesia (IPGI) Eddy Asmanto menilai, kebijakan harga gas murah sebenarnya dibuat untuk menolong industri dari dampak pandemi Covid-19. Ketika pandemi berakhir, semestinya harga gas industri kembali normal.

Sejauh ini, kebijakan harga gas murah telah menggerus pendapatan produsen gas di sektor hilir. Sementara di sektor hulu, hanya pendapatan negara saja yang terpangkas, bukan pendapatan perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

"Kalaupun diperpanjang, perlu dilakukan peninjauan kembali struktur harga pembentuk HGBT," ungkap Eddy, Selasa (9/7).

Ekonom Energi dan Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat, kebijakan insentif fiskal seperti keringanan pajak langsung dan pembebasan jenis pajak tertentu dinilai lebih tepat sasaran ketimbang melanjutkan program HGBT.

Dengan insentif seperti itu, pemerintah setidaknya tidak akan kehilangan pendapatan dari sektor hulu migas. "Iklim investasi untuk industri midstream dan upstream migas bisa lebih sehat," jelas dia, Selasa (9/7).

Baca Juga: Kemenperin Usulkan Regulasi Gas Bumi Industri dan Kelistrikan, Ada Ketentuan DMO 60%

Toh, di tengah berlanjutnya kebijakan harga gas murah, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi untuk kebutuhan domestik. Nantinya, RPP tersebut mengatur kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 60%.

"Kebijakan wajib pasok dalam negeri adalah upaya menjaga keamanan pasokan gas untuk kebutuhan domestik," kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, Selasa (9/7).

Tidak hanya itu, RPP ini akan memungkinkan para pengelola kawasan industri untuk mengelola gas bumi bagi kawasan industrinya. Artinya, kegiatan penyediaan dan penyaluran gas bumi untuk para tenant di kawasan industri dapat dilakukan oleh pihak pengelola termasuk dengan skema impor gas bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×