Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Selain itu, lanjutnya, pemerintah harus memperhatikan regulasi lain, terutama terkait persoalan perizinan yang selama ini dianggap menjadi hambatan karena berbelit-belit. Ke depan, pemerintah diharapkan akan bisa memangkas kembali waktu perizinan di sektor hulu migas.
Ambisi pemerintah untuk mewujudkan target produksi minyak 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030 dinilai Andrew sebagai kondisi yang tergolong menarik.
Ia berpendapat, program tersebut kemungkinan akan menarik kehadiran banyak investor di Indonesia meski dengan nilai investasi yang masih tergolong kecil.
Perusahaan migas kecil ini memiliki keterbatasan dana untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan melaksanakan Enhanced Oil Recovery (EOR), sehingga membutuhkan dukungan fiskal dari pemerintah.
Dengan adanya dukungan fiskal, Indonesia akan menciptakan iklim investasi yang lebih menarik di industri hulu migas dan lebih atraktif dibanding negara lain.
“Pemerintah dan regulator harus aktif untuk menciptakan keseimbangan antara risiko yang dihadapi investor dalam melakukan kegiatan usaha hulu migas dengan benefit yang akan mereka terima,” kata Andrew.
Baca Juga: Pemerintah diminta tingkatkan permintaan gas seiring target produksi 12 bscfd
Dalam FGD yang sama, Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA), Ronald Gunawan, mengungkapkan pemerintah perlu memberikan sinyal positif kepada para investor terutama dalam hal menjaga kesucian kontrak (contract sanctity).
Upaya yang dapat dilakukan berupa merevisi peraturan menteri ESDM yang kontradiktif dengan kontrak-kontrak PSC. Selain itu, perlu ada reformasi regulasi yang bertujuan untuk meningkatkan competitiveness, seperti yang terjadi di North Sea, Australia, dan Mesir.
“Untuk Indonesia, prospektivitas, kemudahan dalam berbisnis (ease of doing business), dan fiscal attractiveness merupakan poin-poin kritikal yang diambil investor ketika memutuskan untuk menanamkan investasinya,” ujar Ronald.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News