Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Susu memiliki peranan penting dalam ketahanan pangan, karena selain menjadi sumber nutrisi bagi tubuh, susu juga berkontribusi pada rantai ekonomi dan sosial yang menyokong kesejahteraan masyarakat terutama di tingkat tapak.
Sayangnya, jumlah konsumsi susu masyarakat Indonesia masih belum memenuhi standar Food and Agriculture Organization (FAO).
Tercatat pada tahun 2020, konsumsi susu masyarakat Indonesia baru sekitar 16,27 kg/kapita atau setara dengan 46 ml/kapita/hari. Sedangkan menurut FAO, tingkat konsumsi tersebut paling tidak sekitar 85 ml/kapita/hari.
Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian tahun 2020 menyebutkan, produksi susu Indonesia sebesar 2,6 juta liter/hari hanya mampu menyuplai 22-23% kebutuhan konsumsi susu nasional.
Baca Juga: Proyek Pembinaan Peternak Sapi Perah Berlanjut Secara Nasional
Untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, negara sangat bergantung pada susu bubuk impor. Sedangkan, para peternak sapi perah lokal sebagian besar belum memiliki kemampuan dalam praktik peternakan yang baik, belum melakukan investasi pada infrastruktur, serta belum memiliki sarana produksi ternak yang berkualitas baik.
Produksi susu lokal dihasilkan oleh 584.000 ekor sapi, dimana 40-50% populasi sapi merupakan sapi produktif dan didominasi oleh peternak rakyat dengan kepemilikan 2-3 ekor sapi/peternak produktif.
Kementerian Pertanian telah mengindikasikan adanya penurunan produksi susu sejak tahun 2019-2020 menjadi 947.685 ton pada tahun 2020.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan nasional, meningkatkan penghidupan para peternak sapi perah skala kecil dan memenuhi prioritas nasional dalam memerangi stunting, pemerintah telah menetapkan target untuk sektor susu dengan meningkatkan populasi sapi perah, produktivitas, kualitas susu, membuka akses pembiayaan, dan membangun kemitraan di industri.
Baca Juga: Industri Pengolahan Susu Impor 80% Bahan Baku
Ratih Anggraeni, Head of Climate & Stewardship Danone Indonesia menegaskan, dengan dukungan dan pendampingan yang tepat, peternak sapi perah lokal memiliki potensi yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan susu nasional.
"Danone berkomitmen untuk menjadikan susu sebagai pangan bernutrisi yang mudah dijangkau masyarakat, hal ini dapat tercapai dengan berbagai upaya dan adaptasi yang berfokus pada pengembangan peternak dan koperasi susu lokal juga inovasi dalam pemeliharaan sapi," tegas Ratih dalam siaran persnya, Jumat (28/6).
Di Indonesia, peternak sapi perah lokal menghadapi tantangan berupa rendahnya produktivitas ternak, terbatasnya pengetahuan tentang Praktik Peternakan Sapi Perah yang Baik, terbatasnya akses terhadap pembiayaan untuk membeli dan meningkatkan kualitas sarana produksi ternak serta terbatasnya akses terhadap praktik dan teknologi pengelolaan limbah.
Faktor lain yang menjadi tantangan adalah produksi susu yang menurun akibat adanya wabah Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) yang berdampak pada kematian sapi dan produksi susu menurun hingga 40%. Selain itu, sanitasi yang buruk pada kandang sapi akibat kotoran yang tidak dikelola menimbulkan dampak pencemaran air dan tanah, serta gas rumah kaca.
Baca Juga: Hadapi Banyak Tantangan, Indonesia Baru Bisa Penuhi 20% Bahan Baku Susu Dalam Negeri
Berbagai keterbatasan yang dihadapi peternak tersebut berpengaruh pada rendahnya kualitas susu yang dihasilkan.
Dalam konteks Indonesia, peternak sapi perah sangat bergantung pada koperasi lokal dalam hal pendanaan, pengelolaan bisnis, dan berbagi pengetahuan.
Meskipun demikian, koperasi lokal juga menghadapi tantangan serupa yaitu terbatasnya kapasitas pengelolaan peternakan dan kesehatan, model bisnis, pengelolaan keuangan dan organisasi. Karena ketergantungan ini, intervensi perlu dilakukan pada kedua pihak.
Yayasan Rumah Energi (YRE), Sarihusada Generasi Mahardhika (SGM), Danone Ecosystem dan PRISMA sejak tahun 2023 telah menjalankan program kolaborasi Local Milk Sourcing (LMS) yang menyasar peternak lokal dan koperasi di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Program LMS memiliki beberapa sasaran spesifik, diantaranya: 1) Meningkatkan kapasitas dan pengetahuan bagi koperasi dan peternak dalam praktik peternakan yang baik dan peningkatan bisnis susu; 2) Penguatan infrastruktur untuk memperkuat pengelolaan usaha susu segar, pencatatan digital terkait susu, ternak dan kesehatan hewan; 3) Uji coba dan inovasi untuk meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas, dan peningkatan kualitas kerja peternak; serta 4) Peningkatan pengelolaan lingkungan bagi peternak sapi perah skala kecil melalui biogas untuk mengurangi limbah kotoran ternak dan emisi metana.
Baca Juga: Kemenperin Terus Pacu Pengembangan Industri Pengolahan Susu
Sumanda Tondang, Direktur Eksekutif Yayasan Rumah Energi menjelaskan, sejak dimulainya proyek pada Januari 2023, LMS telah melakukan intervensi pada penerapan Praktik Peternakan Sapi Perah yang Baik atau Good Dairy Farming Practices.
"Melalui program LMS ini kami memberikan pelatihan dan pendampingan intensif kepada peternak sapi perah lokal untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu, kami juga memfasilitasi tiga koperasi lokal untuk peningkatan kapasitas melalui rangkaian kegiatan pelatihan, memberikan akses energi terbarukan biogas, serta pengadaan sarana penunjang unit pengolahan susu dan juga peternakan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa koperasi memiliki peranan penting dalam rantai bisnis susu khususnya di tingkat tapak. Harapannya program LMS ini akan membantu peternak untuk mencapai ketahanan pangan dan energi," jelas Sumanda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News