kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Menperin Beberkan Strategi Mendorong Pertumbuhan Kinerja Industri yang Berkelanjutan


Jumat, 31 Mei 2024 / 14:18 WIB
Menperin Beberkan Strategi Mendorong Pertumbuhan Kinerja Industri yang Berkelanjutan
ILUSTRASI. Menperin Agus GK menyampaikan, dalam kurun hampir lima tahun belakangan ini kinerja industri manufaktur nasional terbilang gemilang.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia sedang mengejar target untuk menjadi middle upper and high-income country. Dengan purchasing power per capita yang semakin meningkat, semakin banyak pula peluang untuk mengisi gap consumption per capita di Indonesia.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, ada beberapa komoditas yang konsumsinya masih rendah di Indonesia.

Di antaranya keramik yang konsumsi per kapita di Indonesia sebesar 2,2 meter persegi per kapita, masih di bawah rata-rata dunia yang mencapai 2,5 m2/kapita. Kemudian, mobil dengan tingkat kepemilikan 99 mobil/1.000 orang, kalah dibandingkan dengan Thailand dengan 240 mobil/1.000 orang dan Malaysia dengan 450 mobil/1.000 orang. 

Ada pula produk kosmetik seperti hair product yang konsumsi per kapitanya hanya setengah dari konsumsi Thailand. Ini bisa menjadi peluang bisnis bagi industri dalam negeri untuk membidik pasar domestik.

Baca Juga: Siapkan Keberlanjutan Performa Gemilang Sektor Industri,Menperin Beberkan Strateginya

Agus menyebut, ada potensi produk-produk Indonesia untuk berkembang, apalagi dengan pertimbangan penduduk yang jauh lebih banyak dari negara kompetitor. 

"Jadi, pertanyaan besarnya, gap consumption per capita ini mau diisi dengan produk impor atau produk dalam negeri?” tegas dia dalam siaran pers di situs Kemenperin, Kamis (30/5).

Menperin menambahkan, pihaknya tidak anti-impor. Asal bukan impor bahan baku atau produknya yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Kementerian Perindustrian mempunyai data bahan baku dan produk industri yang sudah diproduksi di dalam negeri. 

“Kami ingin industri memakai bahan baku dari yang sudah di dalam negeri,” ujarnya.

Menperin menyampaikan, dalam kurun hampir lima tahun belakangan ini kinerja industri manufaktur nasional terbilang gemilang. Performa yang baik ini perlu dilanjutkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional dengan berbagai program dan kebijakan strategis.

Menurut Agus, beberapa tahun terakhir, semua sektor termasuk industri mengalami berbagai tantangan yang cukup berat seperti menghadapi masa pandemi Covid-19. Ketika pandemi, Agus mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo agar sektor industri tetap berjalan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan. 

"Akhirnya, kami membuat sejumlah terobosan seperti Izin Operasional Mobilitas dan Kegiatan Industri (IOMKI), yang ternyata memberikan kontribusi terhadap perekonomian,” tuturnya.

Melalui kebijakan tersebut, industri nasional mampu kembali bangkit sehingga Indonesia tergolong salah satu negara yang perekonomiannya pulih secara cepat. 

Baca Juga: Erajaya Active Lifestyle Dukung Komuter dengan Skuter Elektrik Ninebot Kikcsooter F2

Selain pandemi, tantangan lain yang dihadapi adalah konflik antara Rusia dengan Ukraina, yang juga cukup banyak memengaruhi kinerja manufaktur. Namun, berkat kerja sama dengan seluruh stakeholder, industri nasional memiliki tingkat resiliensi yang tinggi.

Bahkan, kepercayaan diri para pelaku industri di Indonesia tercermin dari capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang berada di fase ekspansi selama 32 bulan berturut-turut. Di dunia, hanya ada dua negara yang berhasil pada posisi tersebut, yakni Indonesia dan India. 

Level positif ini juga terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang sejak diluncurkan oleh Kementerian Perindustrian pada November 2022 lalu sampai saat ini masih berada dalam zona ekspansi.

Dalam upaya membina sektor industri, Menperin menyebutkan, ada tiga faktor penting yang kerap menjadi perhatian Kemenperin, yakni terkait sumber daya manusia (SDM), proses, dan teknologi. 

Pada faktor pertama, Kemenperin memiliki Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) yang memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan SDM kompeten sesuai kebutuhan dunia industri.

Agus menilai, ada beberapa program Kemenperin yang sudah berhasil. Di antaranya melalui pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match dengan industri. Sebanyak 100% lulusannya terserap di dunia industri. 

"Memang dari kuantitas, jumlah lulusannya masih perlu ditingkatkan, karena ini berkaitan dengan anggaran yang kami dapat. Tetapi secara kualitatif, kegiatan ini kami tetap laksanakan secara masif,” jelas dia.

Faktor kedua adalah proses. Agus menganggap, perputaran roda sektor industri telah menunjukkan daya tahan yang membanggakan. Aktivitas ini lantaran didukung dengan berbagai kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk menopang proses produksi di industri, termasuk dalam pemenuhan bahan baku, logistik, dan transaksi.

Kebijakan seperti itu dalam rangka juga menarik minat investasi baru di Indonesia. Selain itu, melalui skema Local Currency Transaction yang diharapkan dapat memudahkan transaksi dengan negara mitra sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari fluktuasi, kususnya dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat.

Baca Juga: Tapera Akan Tambah Beban Bagi Industri Manufaktur Padat Karya

Sedangkan, mengenai faktor teknologi, Indonesia bertekad untuk mempercepat transformasi digital. Ini dibuktikan oleh pemerintah melalui peluncuran peta jalan Making Indonesia 4.0. Terkait upaya ini, Kemenperin sudah melakukan assessment kepada sebanyak 1.200 perusahaan, di mana sekitar 15% sudah melakukan transformasi ke teknologi industri 4.0.

Guna mengakselerasi upaya tersebut, Kemenperin terus menyosialisasikan dan mengubah mindset para pelaku industri bahwa transformasi digital bukan sebuah cost, tetapi sebagai investasi. 

”Dengan adanya teknologi ini, perusahaan akan lebih efisien dan kualitas produk yang dihasilkan berdaya saing tinggi,” imbuh dia.

Agus kembali menegaskan, kebijakan yang juga perlu dijalankan secara konsisten adalah penerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk sektor industri. Hal ini karena sudah diamanatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Dalam Perpres itu disebutkan bahwa HGBT untuk sektor industri harus US$ 6 per MMBtu. Perpres ini pun masih aktif. 

"Jadi, saya tidak mengerti kalau ada bagian dari pemerintah yang tidak mau mengikuti Perpres itu, dengan segala alasannya, walaupun kami berani untuk mematahkan alasan tersebut. Artinya, ini perlu koordinasi yang kuat,” papar Agus.

Berdasarkan hasil kajian, dari tujuh sektor industri yang telah mendapatkan fasilitas HGBT, dampaknya luar biasa dengan adanya peningkatan ekspor, investasi, dan pajak. Ketujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, dan sarung tangan karet.

Total nilai tambah yang didapat dari ketujuh sektor tersebut lebih dari Rp 147 triliun atau tiga kali lipat dari bagian negara yang harus disetor. Ini merupakan manfaat dari kebijakan HGBT sektor industri. Sebab, banyak juga para calon investor yang masih menunggu apakah kebijakan HGBT ini akan dilanjutkan. 

Baca Juga: Beleid Impor Direvisi Lagi, Pebisnis Rugi

"Salah satu kunci untuk maju adalah syaratnya harga gas,” ucapnya.

Di samping itu, kebijakan pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) turut memberikan andil besar terhadap peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam negeri. 

Menurut Menperin, prinsip dari penerapan TKDN, antara lain mendorong investasi, menumbuhkan pohon pohon industri yang masing kosong, dan memperluas nilai tambah bahan baku dalam negeri. 

“Di samping itu, kebijakan yang perlu dijalankan adalah meningkatkan konsumsi per kapita nasional,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×