Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
Agus menilai, ada beberapa program Kemenperin yang sudah berhasil. Di antaranya melalui pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match dengan industri. Sebanyak 100% lulusannya terserap di dunia industri.
"Memang dari kuantitas, jumlah lulusannya masih perlu ditingkatkan, karena ini berkaitan dengan anggaran yang kami dapat. Tetapi secara kualitatif, kegiatan ini kami tetap laksanakan secara masif,” jelas dia.
Faktor kedua adalah proses. Agus menganggap, perputaran roda sektor industri telah menunjukkan daya tahan yang membanggakan. Aktivitas ini lantaran didukung dengan berbagai kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk menopang proses produksi di industri, termasuk dalam pemenuhan bahan baku, logistik, dan transaksi.
Kebijakan seperti itu dalam rangka juga menarik minat investasi baru di Indonesia. Selain itu, melalui skema Local Currency Transaction yang diharapkan dapat memudahkan transaksi dengan negara mitra sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari fluktuasi, kususnya dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat.
Baca Juga: Tapera Akan Tambah Beban Bagi Industri Manufaktur Padat Karya
Sedangkan, mengenai faktor teknologi, Indonesia bertekad untuk mempercepat transformasi digital. Ini dibuktikan oleh pemerintah melalui peluncuran peta jalan Making Indonesia 4.0. Terkait upaya ini, Kemenperin sudah melakukan assessment kepada sebanyak 1.200 perusahaan, di mana sekitar 15% sudah melakukan transformasi ke teknologi industri 4.0.
Guna mengakselerasi upaya tersebut, Kemenperin terus menyosialisasikan dan mengubah mindset para pelaku industri bahwa transformasi digital bukan sebuah cost, tetapi sebagai investasi.
”Dengan adanya teknologi ini, perusahaan akan lebih efisien dan kualitas produk yang dihasilkan berdaya saing tinggi,” imbuh dia.
Agus kembali menegaskan, kebijakan yang juga perlu dijalankan secara konsisten adalah penerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk sektor industri. Hal ini karena sudah diamanatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Dalam Perpres itu disebutkan bahwa HGBT untuk sektor industri harus US$ 6 per MMBtu. Perpres ini pun masih aktif.
"Jadi, saya tidak mengerti kalau ada bagian dari pemerintah yang tidak mau mengikuti Perpres itu, dengan segala alasannya, walaupun kami berani untuk mematahkan alasan tersebut. Artinya, ini perlu koordinasi yang kuat,” papar Agus.
Berdasarkan hasil kajian, dari tujuh sektor industri yang telah mendapatkan fasilitas HGBT, dampaknya luar biasa dengan adanya peningkatan ekspor, investasi, dan pajak. Ketujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, dan sarung tangan karet.
Total nilai tambah yang didapat dari ketujuh sektor tersebut lebih dari Rp 147 triliun atau tiga kali lipat dari bagian negara yang harus disetor. Ini merupakan manfaat dari kebijakan HGBT sektor industri. Sebab, banyak juga para calon investor yang masih menunggu apakah kebijakan HGBT ini akan dilanjutkan.
Baca Juga: Beleid Impor Direvisi Lagi, Pebisnis Rugi
"Salah satu kunci untuk maju adalah syaratnya harga gas,” ucapnya.
Di samping itu, kebijakan pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) turut memberikan andil besar terhadap peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam negeri.
Menurut Menperin, prinsip dari penerapan TKDN, antara lain mendorong investasi, menumbuhkan pohon pohon industri yang masing kosong, dan memperluas nilai tambah bahan baku dalam negeri.
“Di samping itu, kebijakan yang perlu dijalankan adalah meningkatkan konsumsi per kapita nasional,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News