Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap Indonesia masih konsisten terhadap isi dari perjanjian iklim Paris terkait isu perubahan iklim.
Menurut Bahlil, ini dibuktikan salah satunya dari diselenggarakannya Konferensi Ekosistem Hidrogen atau Global Hydrogen Summit 2025 di Jakarta, Selasa, (15/04).
"Kenapa? Karena ini adalah kita membuka babak baru dalam mengimplementasikan Paris Agreement," kata Bahlil dalam sambutannya.
Ia juga menyebut, konsistensi Indonesia tetap berjalan di tengah banyaknya negara, termasuk negara pengusung perjanjian yang memutuskan keluar, seperti Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Menteri Bahlil Tawarkan Kerjasama Sektor Mineral Kritis ke Arab Saudi
"Sekalipun saya tahu bahwa sekarang, sebagian yang mengusulkan mulai agaknya ya tidak, mulai ragu-ragu gitu, mulai tidak konsisten," tambahnya.
Selain masih berpegang pada Paris Agreement, energi bersih menurut Bahlil adalah sumber untuk mendukung swasembada energi yang masuk dalam Asta Cita Presiden Prabowo.
"Di dalamnya itu adalah energi hijau, energi baru terbarukan. Dan hidrogen merupakan bagian daripada visi besar Bapak Presiden," jelasnya.
Lebih jauh, Bahlil mengungkap kekuatan energi bersih milik Indonesia bisa menjadi keunggulan atau kekuatan tawar menawar Indonesia di mata global.
Baca Juga: Bahlil Pakai Jet Pribadi untuk Mudik Lebaran, Sekjen Hipmi Angkat Bicara
"Kita mempunyai keunggulan komparatif terhadap energi hijau yang kemudian bisa kita penetrasikan ke pasar di mana-pun. Mulai dari Eropa, Amerika, di mana aja," tutupnya.
Sebagai tambahan, Indonesia telah menandatangani Perjanjian Paris pada 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Perjanjian ini merupakan bagian dari Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Perubahan Iklim.
Sayangnya, sebagai salah satu negara inisiasi, AS di bawah kepemimpinan Donald Trump memutuskan keluar dari perjanjian untuk kedua kalinya pada 20 Januari 2025 setelah sebelumnya dilakukan pada tahun 2017.
Trump berpendapat bahwa perjanjian tersebut justru memberikan beban yang tidak adil pada ekonomi Amerika.
Selanjutnya: Menhan AS: China Dapat Tenggelamkan Seluruh Armada Kapal Induk AS dalam 20 Menit
Menarik Dibaca: Rebound Bitcoin Tersendat, Masih Kuat Menanjak atau Rawan Jatuh?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News