Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan melaporkan kasus dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia Tbk(GIAA) siang ini ke Kejaksaan Agung.
Dari informasi yang didapat KONTAN, jika sesuai rencana, Erick Thohir akan menyambangi Kejaksaan Agung siang ini pukul 11.30 WIB. “Pelaporan ke Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi,” bisik sumber KONTAN.
Jawaban lebih terang dari Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Kepada KONTAN, Tiko, panggilan karib Wamen BUMN ini menyebutkan bahwa pelaporan kasus dugaan korupsi ke Kejaksaan Agung terkait hasil audit investigasi yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
“Pelaporan terkait temuan audit investigasi BPKP atas pengadaan pesawat ATR. Kami juga minta perluas audit pengadaan bombardier ke BPKP,” sebut Tiko kepada KONTAN, Selasa (11/1).
Baca Juga: Ada 470 Kreditur Garuda (GIAA) yang Ajukan Tagihan, Nilainya Mencapai Rp 198 Triliun
Sayangnya, Tiko belum bersedia lebih lanjut membeberkan peloparan kasus dugaan kasus korupsi pengadaan pesawat ATR dan Bombardier tersebut. Namun, Tiko memastikan kasus ini melibat mantan direksi Garuda.
Catatan KONTAN, kasus pengadaan pesawat juga sempat mencuat tahun awal tahun 2021. Bahkan Majelis Hakim telah menjatuhkan vonis mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia periode 2007-2012 Hadinoto Soedigno delapan tahun penjara atas pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.
Hadinoto menjadi terdakwa dalam kasus suap dan tindak pidana pencucian uang terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat pada 2009-2014, antara lain pengadaan
Airbus A330 series, pesawat Aribus A320, pesawat ATR 72 Serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 series
Selain pidana badan, dalam persidangan 21 Juni 2021, Hadinoto dihukum untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar US$2,302 juta dan EUR477.540 atau setara dengan S$3.771.637,58 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Apabila Hadinoto tidak membayar uang pengganti, harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa. Jika harta bendanya tidak cukup untuk menutupi pidana uang pengganti, kemudian diganti dengan pidana penjara selama enam tahun.
Baca Juga: Garuda geger, ini 5 kasus mencengangkan di maskapai ini
Yang juga jelas, putusan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa Penuntut Umum menuntut Hadinoto agar dibui selama 12 tahun. Denda yang dijatuhkan hakim juga jauh lebih rendah dari tuntutan JPU sebelumnya, yaitu Rp10 miliar subsider delapan bulan kurungan.
Dalam dakwaan JPU KPK, Hadinoto diyakini menerima suap dari Rolls-Royce terkait pembelian dan perawatan mesin RR Trent 700 series, lalu dari Airbus atyas pengadaan pesawat A330 dan A320 dan dari Bombardier terkait pengadaan pesawat CRJ 1000NG.
Tak sampai disitu, suap juga mengalir atas pengadaan ATR 72 seri 600. Selain suap, Hadinoto juga dinilai telah menerima fasilitas pembayaran makan malam maupun penginapan seharga Rp 34 juta dan US$4.200 berupa fasilitas sewa pesawat pribadi sebesar.
Baca Juga: Inilah 8 masalah Garuda Indonesia di bawah Dirut Ari Askhara
Perbuatan Hadinoto dilakukan bersama Emirsyah Satar yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, serta Captain Agus Wahjudo. Ketiganya terlibat untuk mengintervensi pengadaan pesawat dan mesin pesawat.
Adapun Emirsyah mendapat hukuman 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor. Emirsyah juga terbukti menerima suap terkait pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain kurungan dan denda, Emirsyah juga dijatuhi hukuman pidana membayar uang pengganti sebesar SG$ 2.117.315,27 paling lambat 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau subsider 2 tahun kurungan.
Emirsyah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kesatu-pertama.
Emirsyah juga terbukti bersalah melakukan TPPU sebagaimana Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kedua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News