Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota adalah salah satu solusi agar bahan bakar minyak (BBM) subsidi terhadap nelayan bisa tepat sasaran.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengaku bahwa penyaluran BBM subsidi kerap kali tidak tepat sasaran. Artinya pengusaha nelayan besar yang justru menikmati fasilitas itu.
"Dengab PIT harus dijalankan lebih baik karena di dalam penangkapan ikan terukur itu salah satunya adalah memisahkan antara nelayan pengusaha (yg memiliki tenaga kerja) dan nelayan beneran," ungkap Trenggono kepada wartawan di Ecovention, Eco Park, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Kamis (14/12).
Baca Juga: Begini Kata Pengusaha Terkait Penundaan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Untuk itu, mulai dari kebijakan penangkapan ikan terukur hingga mewujudkan kampung nelayan modern adalah salah satu langkah mengintegrasikan penyediaan infrastruktur dan fasilitas perikanan dari hulu ke hilir.
"Jadi soal tata kelola kita kaji dulu ya, Makanya kemarin dengan model kampung nelayan modern itu salah satu solusi," ujar dia.
"Karena akan ada pendataan nanti disana. Nah jika kita sudah tahu persis datanya. Jadi yang tidak terdaftar disitu ya tentu tidak bisa mendapatkan subsidi. Dengan cara itu kita bisa mencegah penyelewengan subsidi bbm," pungkasnya.
Baca Juga: Serikat Nelayan Indonesia Setuju Penundaan Penangkapan Ikan Terukur, Ini Alasannya
Sebelumnya, Hasil Survei Institute for Development of Economic and Finance (Indef) bersama sejumlah organisasi lainnya menyatakan bahwa 82% nelayan kecil dan tradisional mengalami kesulitan dalam mengakses bahan bakar minyak (BBM) dan LPG bersubsidi.
Direktur Indef Tauhid Ahmad mengungkapkan, data tersebut didapatkan Indef bersama sejumlah organisasi lainnya yang dilakukan pada 1 April 2021. Survei ini dilakukan di 10 provinsi, 20 Kota, dengan jumlah responden 5.292 nelayan kecil dan tradisional.
“Problemnya memang 82% responden sulit mengakses BBM, 21,57% sulit mengakses pasar, dan 25% mengakses pembiayaan, dan 62,85% sulit mengakses administrasi pelayanan,” tutur Tauhid dalam forum diskusi bersama Indef, Rabu (8/2).
Selain itu, dia menyebutkan, hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa untuk kebutuhan operasional nelayan sebanyak 60% nya adalah dari BBM. Sehingga sangat penting sekali bagi nelayan untuk bisa mengakses kebutuhan BBM dengan mudah.
Baca Juga: Menteri Trenggono Ajak Masyarakat Jaga Ekosistem Perikanan Hadapi Krisis Pangan
Sementara itu, Pertamina memastikan kuota bahan bakar minyak (BBM ) subsidi untuk nelayan akan meningkat seiring dengan naiknya angka kuota subsidi solar secara keseluruhan.
"Untuk tahun 2024 kuota yang ditetapkan DPR itu untuk subsidi meningkat cukup besar. Kalau kita bandingkan di tahun 2023 ini kuota solar subsidi 17 juta kiloliter. Sementara di tahun 2024 kuota solar yang ditetapkan sebanyak 19 juta kiloliter," kata Manajer Fuel Channel dan Partnership PT Pertamina Patra Niaga, Daniel Alhabsy kepada wartawan, Rabu (6/12).
Ini berarti terdapat kenaikan sebesar 2 juta kiloliter dari tahun ini. Tentunya, kata Daniel, dengan naiknya kuota solar subsidi, kuota yang akan disalurkan ke nelayan akan meningkat juga.
"Selain kuotanya meningkat kita juga tagih tambah jumlah penyalur SPBUN sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk mendapatkan BBM di SPBUN," lanjut dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News