Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
BALIKPAPAN. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan kepastian kelanjutan pengelolaan Blok Mahakam, di Kalimantan Timur pada 2018 mendatang sudah mendesak untuk diputuskan. Pasalnya, diperlukan masa transisi untuk pengoperasian ladang gas terbesar di Tanah Air tersebut, baik apabila dilanjutkan oleh Total E&P Indonesie maupun diambil oleh PT Pertamina.
Aussie B Gautama, Deputi Pengendalian dan Perencanaan SKK Migas mengatakan, adanya keputusan lanjut tidaknya kontrak akan menjadi landasan bagi Total untuk menambah besaran investasi di Blok Mahakam. "Kami sudah memberikan rekomendasi berupa pertimbangan teknis mengenai cadangan dan keekonomian. Posisi kami sebaiknya diputuskan sesegera mungkin," kata dia, Senin (15/9).
Sebagai informasi, Total E&P Indonesie mulai menggarap Blok Mahakam sejak Maret 1967 silam lewat perjanjian production sharing contract (PSC), dan diperpanjang pada 1997 hingga akhir Desember 2017. Selain Total, perusahaan gas asal Jepang Inpex Corp turut memiliki hak partisipasi dengan porsi 50% saham.
Sejatinya, Total masih menaruh harapan untuk tetap melanjutkan kegiatan operasi di Blok Mahakam. Di sisi lain, Pertamina juga telah mengajukan permohonan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk dijadikan operator. Namun, hingga sekarang, siapa yang akan ditunjuk sebagai operator pasca 2017 belum ada kepastian.
Aussie bilang, pihaknya telah mengirimkan rekomendasi ke ESDM sejak 2012 silam terkait kelanjutan operasi di Blok Mahakam. Menurutnya, apabila pengelolaan blok diserahkan ke perusahaan pelat merah, tentu perlu waktu adaptasi untuk menjadi kinerja lifting migas, sehingga kepastian harus disegerakan.
Dia menambahkan, pada 2017 depan, porsi hak partisipasi saham untuk Pertamina harus mayoritas sehingga akan lebih memberikan kontribusi yang besar untuk pendapatan negara.
"Perlu waktu untuk itu, misalnya detail pengoperasiannya harus bagaimana, kan tidak bisa tiba-tiba baru ditetapkan pada 31 Desember 2017," kata Aussie.
Blok tersebut memiliki cadangan gas terbukti sebesar 27 triliun kaki kubik (tcf). Sejak dieksploitasi mulai 1974 hingga tahun 2012, Blok Mahakam telah menghasilkan sekitar 75% produksi gas nasional. Diproyeksikan setelah berakhirnya kontrak di 2017, gas Blok Mahakam hanya tersisa 2,03 tcf dan 52,2 juta barel minyak.
Aussie menambahkan, Blok Mahakam masih signifikan untuk terus dikembangkan mengingat produkinya cukup besar, yakni 1.750 million metric standard cubic feet per day (mmscfd) dan kondesat sekitar 70.000 hingga 76.000 barel per hari (bph). "Hitungan kami bisa diproduksi hingga 2032, dengan melihat cadangan dan laju penurunan produksi," imbuh dia.
Hardy Pramono, General Manager Total E&P Indonesie mengatakan, pihaknya juga telah mengusulkan solusi peralihan atau transisi pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017 kepada pemerintah. Namun, sampai sekarang belum ada jawaban resmi dari Kementerian ESDM.
Dia bilang, adanya perencanaan peralihan dapat menjaga kesinambungan produksi sekaligus pemenuhan kewajiban pasokan gas baik domestik maupun untuk ekspor. "Oleh karena itu,semakin cepat adanya kepastian kelanjutan operasi di Blok Mahakan, tentu akan lebih baik," kata Hardy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News