kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,92   -8,44   -0.91%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Merevitalisasi industri tekstil Indonesia yang tertekan produk impor China


Jumat, 27 November 2020 / 15:42 WIB
Merevitalisasi industri tekstil Indonesia yang tertekan produk impor China
ILUSTRASI. berkolaborasi dengan HSBC Indonesia untuk ketiga kalinya, Indonesia Economic Forum tahun ini mengusung tema ?2020 Vision: Rebooting Economic Growth Post Covid-19


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Indonesia Economic Forum yang ke 7 mempertemukan para pemimpin politik, bisnis, pemerintah, pemrakarsa dan pemimpin komunitas untuk membahas visi Indonesia di tahun 2020 untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi pasca Covid-19. Forum ini pertama kalinya akan diselenggarakan secara virtual pada Selasa-Kamis, 24-26 November 2020.

Mengutip keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (27/11), berkolaborasi dengan HSBC Indonesia untuk ketiga kalinya, Indonesia Economic Forum tahun ini mengusung tema “2020 Vision: Rebooting Economic Growth Post Covid-19.”

Setelah mengalami penurunan ekonomi yang tajam sejak Krisis Keuangan Asia, Indonesia sedang berada dalam masa pemulihan perekonomian. Covid-19 telah mempercepat perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan telah menciptakan peluang baru.Pada hari kedua di sesi pagi yang mengambil tema “Emerging Trends in Global Trade”  dan terbagi dalam 3 sesi diskusi panel.

Di sesi kedua ini, para pembicara membahas mengenai revitalisasi darurat sektor tekstil di Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah mendorong partisipasi pelaku usaha untuk mendukung pengambangan EBT

Industri tekstil Indonesia pernah menjadi primadona sektor manufaktur Tanah Air. Itu adalah salah satu pencipta lapangan kerja dan kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi negara. Meskipun ekonomi naik turun, sektor tekstil mengalami pertumbuhan yang stabil dari awal 1970-an hingga pertengahan 2000.

Namun sejak 2008, sektor ini mengalami keterpurukan, diterpa faktor internal dan eksternal. Secara internal, kebijakan perdagangan pemerintah yang tidak jelas, kenaikan upah dan biaya utilitas, kurangnya investasi baru memengaruhi sektor ini. Secara eksternal, kebangkitan China sebagai pusat manufaktur utama berdampak buruk pada daya saing sektor tersebut karena barang-barang murah China membanjiri pasar domestik.

Terlepas dari tantangan ini, output sektor tekstil diperkirakan mencapai US$ 30 miliar per tahun, yang merupakan 2% dari pertumbuhan PDB dan 10% dari total output manufaktur. Tetapi karena memetakan jalur baru ke depan, sektor tekstil berada di persimpangan jalan.

Saat ini, industri menemukan dirinya berjuang untuk bertahan hidup. Investor baru merasa sulit untuk bersaing dalam lingkungan survival of the fittest. Banyak produsen tekstil jangka panjang mengalami penurunan output karena impor produk luar negeri yang lebih murah.

Baca Juga: Intip saham-saham favorit asing saat IHSG menguat Kamis (26/11)

Basrie Kamba selaku Director Asia Pacific Rayon membuka panel sebagai moderator,  mengatakan, sektor tekstil merupakan industri yang sangat vital di Indonesia. Ke depan, jika sektor tekstil ingin kembali meraih kejayaannya, perlu ada perubahan mendasar dalam kebijakan pemerintah, terutama rezim perdagangan yang mendorong impor.  Menurutnya, industri juga membutuhkan dukungan mendesak dalam bentuk subsidi energi agar tetap kompetitif dan keringanan pajak. 

"Masih ada harapan masa depan untuk pasar domestik kelas menengah yang berkembang pesat di Indonesia sebagai peluang besar bagi produsen tekstil. Saat ini, Pemain tekstil Indonesia juga berinvestasi pada bahan baru seperti poliester yang memberikan nilai tambah industri untuk menambah industri serta perekonomian secara keseluruhan.” kata Basrie Kamba.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×