kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Merger dinilai tak selalu menghasilkan value buat Gojek dan Grab


Selasa, 08 Desember 2020 / 11:24 WIB
Merger dinilai tak selalu menghasilkan value buat Gojek dan Grab


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Isu merger antara Gojek dan Grab masih menyita perhatian masyarakat. Selain melibatkan dua perusahaan berlevel decacorn di Asia Tenggara, rumor yang berhembus dari luarnegeri itu justru terjadi disaat fundamental bisnis Gojek semakin sehat. Bahkan bulan lalu, Gojek berhasil menggaet pendanaan baru dari Telkomsel senilai US$ 150 juta. 

Doddy Ariefianto, Ekonom dari Universitas Bina Nusantara (Binus), menimpali, dalam skema merger atau akuisisi, yang diincar adalah nilai sinergi. Tapi, tidak selalu merger akan menghasilkan value atau nilai tambah. "Dari merger itu, ada yang sukses menghasilkan sinergi, dan ada juga yang gagal," kata Doddy, Senin (7/12).

Dengan kata lain, belum tentu juga Gojek yang bisnis dan namanya lebih kuat di Indonesia membutuhkan  merger. Apalagi Gojek masih bisa mengoptimalkan Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara. 

Doddy kemudian menyoroti peluang di bisnis keuangan digital. Pangsa pasar layanan jasa keuangan seperti uang elektronik (e-money) atau dompet digital memiliki prospek yang bagus.

"Sekarang ini banyak orang di negara kita maupun di luar negeri sudah semakin melek terhadap penggunaan cashless. Ini menjadi indikator yang baik buat pengembangan bisnis perusahaan seperti Gojek," imbuh Doddy yang pernah menjadi Ekonom di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Sebelumnya, Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom Indef berpendapat, dengan berbagai tekanan yang dihadapi, merger akan lebih menguntungkan Grab.

"Secara bisnis, market share Gojek lebih kuat dan memiliki brand image yang lebih positif di Indonesia," kata Bhima. 

Kuncinya, pasar Indonesia 

Grab, menurut Bhima, memang lebih unggul di luar negeri. Tapi, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia adalah kunci bisnis, karena memiliki pasar yang besar. 

Secara fundamental, sejatinya posisi Gojek saat ini memang jauh lebih solid. Bulan lalu Co-CEO Gojek Andre Sulistyo melaporkan perkembangan positif Gojek sejak melakukan restrukturisasi bisnis di tahun 2019 dengan fokus kembali ke bisnis inti. 

"Perusahaan berhasil mencetak laba operasional di luar biaya headquarter (contribution margin positive) di tengah kondisi penuh tantangan dalam tahun ini," ujar Andre.

Dalam konteks contribution margin positive seperti dijelaskan Andre, setiap transaksi Gojek sudah menghasilkan cashflow yang belum dikurangi biaya headquarter.

“Investasi ada perpaduan pendanaan dari luar dan internal cashflow. Jika ada profit dari titik produk itu, investasi yang kami lakukan tidak hanya dari luar. Sejak tahun ini investasi bisa dihasilkan dari internal cash flow, ini penting sekali,” jelasnya.

Dengan fundamental yang lebih solid, ditengah pandemi covid-19 Gojek juga berhasil menarik sejumlah investor baru untuk masuk. Tahun ini Gojek berhasil mendapatkan pendanaan baru melalui fundraising seri F dan dari Telkomsel.

Selanjutnya: Menilik plus dan minus jika Grab dan Gojek merger

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×