kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,36   2,61   0.29%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mimpi Lippo jadi raja di industri sinema


Selasa, 21 Oktober 2014 / 14:19 WIB
Mimpi Lippo jadi raja di industri sinema
ILUSTRASI. Promo J.CO edisi 8-14 Mei 2023 sediakan aneka menu dari donut, pasta, hingga aneka minuman panas & dingin


Reporter: Andri Indradie | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Grup bisnis yang satu ini memang pandai membaca peluang. Meski sudah dominan di bisnis pusat perbelanjaan, rumahsakit, dan pemakaman mewah; Grup Lippo yang dikendalikan keluarga Riady bersiap mengoyak pasar layar lebar alias bioskop.

Kelompok usaha yang didirikan Mochtar Riady ini, Jumat (16/10) lalu, resmi membuka (grand opening) sinema ketiganya di Mal Palembang Icon, Palembang, Sumatra Selatan.

Artinya, Lippo melalui PT Cinemaxx Global Pasifik sudah memiliki 16 layar. Perinciannya, Cinemaxx Palembang Icon delapan layar, Cinemaxx Plaza Semanggi (Jakarta) tiga layar, dan Cinemaxx FX Sudirman berjumlah lima layar (Jakarta).

Angka itu masih jauh dari target yang dipasang Cinemaxx. Brian Riady, Chief Executive Officer Cinemaxx, menuturkan, Cinemaxx akan berekspansi ke beberapa kota lagi. Kota yang sudah masuk dalam daftar sasaran Cinemaxx adalah Denpasar. Di ibukota Bali itu, Cinemaxx akan membuka lima layar. Lantas di Manado, Sulawesi Utara, dengan tujuh layar.

Sementara di Medan, Sumatra Utara, Brian ingin membuka dua bioskop, masing-masing sembilan dan empat layar. Di Tangerang, Banten, Cinemaxx akan ada 10 layar, di Bekasi, Jawa Barat, 10 layar, serta kota Yogyakarta menurut rencana tujuh layar. Sedangkan di Kendari Sulawesi Tenggara, buka delapan layar, serta di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Cinemaxx menggelar tiga layar.

Sehingga, Brian berharap, cita-cita merajai bisnis bioskop dengan mendirikan 300 bioskop dengan total 2.000 layar dalam waktu 10 tahun bisa tercapai. Lagipula, Grup Lippo sudah menunjukkan komitmennya dengan menggelontorkan duit investasi untuk ekspansi Cinemaxx senilai US$ 517 juta, atau setara Rp 6 triliun, untuk mencapai target dalam waktu 10 tahun itu.

Film dari Benua Asia

Optimisme Cinemaxx memang cukup beralasan. Jumlah penduduk Indonesia yang besar, jelas pangsa pasar yang menggiurkan. Belum lagi, pemain di bisnis ini cuma dua, yaitu PT Nusantara Sejahtera Raya, pengelola jaringan Cinema 21, serta PT Graha Layar Prima Tbk, pengelola bioskop Blitzmegaplex.

Total layar di Indonesia tidak sampai 900-an layar. Jumlah tersebut termasuk milik para pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GBSI). Nah, menurut Brian, penetrasi pengembangan jumlah layar di Indonesia masih tergolong rendah meski dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Ini adalah potensi bisnis yang dilihat Cinemaxx.

Untuk mencapai cita-cita bisnisnya itu, berikut strategi utama Cinemaxx. Pertama, pelayanan. Brian mengklaim, Cinemaxx akan memberi pelayanan maksimal ke penontonnya, sejak film belum mulai sampai penonton keluar bioskop. Pelayanan ini termasuk juga fasilitas teknologi, layar, dan tempat yang nyaman (lihat boks).

Kedua, jaringan. Penambahan jaringan bioskop dan layar ke kota-kota tingkat dua akan membuat tidak hanya Cinemaxx menjadi bioskop terbesar, tapi juga dari ukuran jangkauannya. Ketiga, kerjasama dengan bisnis dalam satu afiliasi di bawah payung Grup Lippo. Maksudnya, di Cinemaxx akan hadir pula gerai kopi milik Grup Lippo bermerek MaxCoffee. Ada juga toko buku Books & Beyond. Head of Marketing Cinemaxx Infany Suryadji menambahkan, gerai permainan Timezone juga tidak absen.

Keempat, tentu saja soal harga tiket dan ajang promosi, iklan, maupun event. Brian mengklaim, sejak bioskop di Mal Palembang Icon meluncur pada ajang pre-opening (3 Oktober 2014), dalam dua pekan saja sudah menjual 6.100 tiket buat akhir minggu. Karena itulah, Cinemaxx sudah menargetkan, akan mampu menjual total 85 juta tiket per tahun.

Kelima, konten film. Brian mengatakan, film-film yang diputar di Cinemaxx berasal dari sumber yang sama dari para pesaingnya, yaitu Grup Cinema 21 dan Blitzmegaplex. Semua film Cinemaxx, kata Brian, berasal dari perusahaan distribusi film lokal dan asing, serta importir film. “Cinemaxx akan membayar royalti film ke distributor resmi di Indonesia,” ujar Brian.

Sayangnya, Brian enggan berbagi berapa dana yang harus dirogoh Cinemaxx untuk membayar biaya royalti tersebut.

Sekadar Anda tahu, bioskop di Indonesia masih mengandalkan film-film laris alias box office dari Amerika Serikat sebagai tayangan utamanya. Untuk mendatangkan film-film itu, pengelola bioskop harus mengimpornya.

Raam Punjabi, pemilik Multivision Plus Group, menjelaskan, film-film box office pada dasarnya adalah film yang diproduksi oleh major studio. Di luar major studio, ada jenis film independen. Yang tergolong major studio antara lain Warner Bros Entertainment, The Walt Disney Studios, NBC Universal, Columbia TriStar Motion Picture Group, Fox Filmed Entertainment, dan Paramount Motion Pictures Group.

Nah, imbuh Raam, di Indonesia, hanya ada satu agen tunggal distributor film-film produksi major studio tersebut, yaitu
PT Omega Film. Apakah itu artinya, Cinemaxx membayar royalti ke Omega yang notabene merupakan salah satu perusahaan afiliasi Grup Cinema 21? Brian juga enggan menerangkan lebih lanjut.

Yang jelas, Cinemaxx tidak hanya akan mengandalkan film-film laris box office dari Amerika Serikat. Selain produksi lokal, Cinemaxx juga punya rencana menayangkan film impor dari negara-negara di Asia, seperti India, China, Korea Selatan, Jepang, dan Thailand.

Cuma, Brian memang mengakui, belum ada keputusan pasti tentang film Asia apa saja yang akan diputar di Cinemaxx. Mereka juga belum menentukan akan mengambil film dari negara Asia yang mana. Atau, berapa lama waktu penayangan dan Cinemaxx mana saja yang akan memutarnya.

Pasalnya, keputusan pemutaran film harus diputuskan secara spesifik alias per film. “Berdasarkan manfaat masing-masing film dan kelayakan pasar Cinemaxx. Satu film bisa saja sukses di suatu daerah, tapi belum tentu sukses di daerah yang lain,” tegas Brian ke KONTAN, Rabu (16/10).

Brian melanjutkan, konten film bukan satu-satunya tantangan Cinemaxx. Membangun bisnis yang benar-benar baru, lanjut pria lulusan Universitas Texas Amerika Serikat jurusan Studi Komunikasi Politik dan Ekonomi ini, Cinemaxx  punya banyak tantangan yang harus segera diatasi. Contohnya, membangun tim yang solid.

Brian bercerita, mencari partner bisnis yang tepat juga bukan persoalan gampang, meski Grup Lippo cukup berpengaruh besar di Indonesia, baik di ranah politik maupun di sektor dunia usaha.

Tantangan lain adalah manajemen pertumbuhan bisnis. Meski tak menyebut target pendapatan dan laba, Brian menegaskan, manage our growth tidak akan mudah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×