kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mineral non logam akhirnya bebas ekspor


Kamis, 09 Januari 2014 / 14:53 WIB
Mineral non logam akhirnya bebas ekspor
ILUSTRASI. Ini dia kelebihan dan kekurangan dari mengecat dinding kamar sendiri.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai memanggil pengusaha terkait penentuan ulang kriteria produk mineral yang boleh diekspor pada 12 Januari 2014 nanti. Pengusaha yang pertama berdiskusi dengan ESDM adalah pengusaha mineral non logam seperti zirkonium (bahan baku keramik).

Berdasarkan hasil pertemuan yang dimulai pukul 08.00-12.00 WIB itu, pengusaha dengan pemerintah menandatangani berita acara, yang isinya memuat produk akhir komoditas zirkonium yang boleh diekspor yaitu, pasir zirkon kadar 65,5%, zirkonium silikat kadar 64%, dan dua belas produk lainnya.

Kadar minimum dari produk akhir tersebut tidak berbeda dengan aturan yang sedang direvisi oleh pemerintah, yaitu Permen ESDM Nomor 20/2013. Selain itu, pengusaha juga menjamin untuk pemenuhan kebutuhan pasir zirkon dalam negeri sebesar 20.000 ton dari total produksi 80.000 ton per tahun.

Selama ini, kebutuhan pasir zirkon diperuntukan untuk bahan baku pabrik zirkonium silikat yang berfungsi untuk pelapis keramik, serta campuran bahan baku produk manufaktur lainnya.

Ferry Alfiand, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Zirkonium Indonesia (APZI) mengatakan, pihaknya tentu siap untuk mengutamakan pemenuhan pasokan di dalam negeri. Tapi, "Ketika kami usulkan klausul pasir zirkon dan produk akhir lainnya bebas bea keluar di berita acara, pemerintah malah menolak dan tidak berani menjanjikan hal itu," kata dia kepada KONTAN, Jumat (3/1).

Ferry menyatakan, adanya pungutan bea keluar ini sangat membebani pengusaha tambang karena tak dapat bersaing dengan pengusaha dalam menjual produknya ke luar negeri. Sebagai contoh, dengan harga pasir zirkon US$ 1.000 per ton, bea keluar yang harus dibayar pengusaha ke pemerintah sebesar US$ 200 per ton.

Sementara itu, Gunawan Tjandra, Direktur Utama PT Dian Lestari Sentosa, produsen zirkonium silikat mengatakan, selain sulit bersaing di pasar ekspor, penjualan di dalam negeri juga sulit dilakukan karena produk impor  menumpuk yang justru tidak dibebani bea masuk oleh pemerintah. "Kami akhirnya serba kesulitan, kalah bersaing di mana-mana, baik dalam maupun luar negeri," ujarnya.

Michael Herry Santoso, Direktur Utama PT Garuda Artha Resources, produsen kaolin mengaku tidak bisa memenuhi permintaan dari konsumen Jepang sebesar 30.000 ton per tahun karena terbentur harga jual yang tinggi akibat pungutan bea keluar. Untuk itu, pihaknya ingin bea keluar dihapuskan. "Pemerintah harus adil, kami kan sudah memenuhi UU Minerba, malah pengusaha mineral logam diberi kemudahan," kata dia.

R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, penghapusan bea keluar untuk produk mineral non logam tersebut perlu koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan. "Bea keluar ini pasti akan menjadi perhatian kami, tapi kebijakannya berkaitan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan dan akan dibicarakan bersama," ujar dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×