Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Hal ini, kata Eugenia, karena pemerintah tidak mempunyai kajian yang mumpuni terkait kebijakan DMO dan DPO sebelum diberlakukan.
“Karena terbukti inefisien, sebaiknya kebijakan DMO dan DPO dihapus. Jika ini dilakukan, otomatis, harga TBS akan naik dengan sendirinya serta produktivitas dan kesejahteraan petani meningkat,” kata Eugenia.
Pemerintah, saran Eugenia, dapat menggunakan instrumen lain berupa pungutan ekspor dan bea keluar untuk mengendalikan volume ekspor CPO. Hasil pungutan ekspor CPO seharusnya dapat digunakan untuk melakukan subsidi minyak goreng sehingga harga terkendali.
Baca Juga: Mendag Zulhas Kaji Pencabutan DMO DPO Minyak Goreng, Gapki Sambut Baik
Menurut Eugenia, kenaikan harga minyak goreng selama ini bukan disebabkan oleh ketersediaan CPO di dalam negeri, namun karena terjadinya kenaikan harga CPO di pasar internasional.
Naiknya harga minyak goreng juga dipengaruhi oleh kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang membuat produsen mengurangi suplai sehingga terjadi kelangkaan.
Baca Juga: Pedagang: Harga Kebutuhan Pokok Sudah Mulai Turun Tapi Belum Normal
Dalam penelitian LPEM UI 2022, Eugenia mengungkapkan penghentian ekspor 28 April – 22 Mei 2022 telah menurunkan Product Domestic Bruto (PDB) pada Q2 2022 sebesar 3%.
Pemerintah telah mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan II tahun 2022 adalah sebesar 5.45%. Apabila tidak ada penghentian ekspor, maka PDB triwulan II 2022 diperkirakan sebesar 3.009 triliun rupiah atau pertumbuhan ekonomi adalah 8.5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News