kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Modus impor baja ilegal kian beragam


Selasa, 26 Juni 2018 / 11:23 WIB
Modus impor baja ilegal kian beragam
ILUSTRASI.


Reporter: Handoyo | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbas perang dagang atau trade war yang dipantik oleh Amerika Serikat (AS) dan China mulai terasa ke dalam negeri. Salah satu sektor yang rentan terhadap situasi ini adalah industri baja dalam negeri.

Pasca pemerintah AS merencanakan menerapkan bea masuk produk baja sebesar 25% dan aluminium sekitar 10% di awal tahun 2018, Indonesia kebanjiran produk-produk baja. Terutama dari Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan.

Berbagai modus impor baja dilakukan. Salah satunya dengan cara memanipulasi nomor harmonized system (HS) produk baja dari semula baja karbon (carbon steel) menjadi baja paduan (alloy steel).

Baja paduan ini adalah baja yang dicampur unsur boron (Br) dengan jumlah sekitar 0.008%. Biasanya dipakai untuk kepentingan industri otomotif. Langkah ini untuk mengelabuhi, tujuannya supaya tarif bea masuk 0%.

Melihat situasi ini, pemangku kepentingan terkait telah menyiapkan berbagai langkah untuk menangkal dampak yang merugikan bagi industri dalam negeri. Salah satu instrumen yang menjadi kajian adalah penerapan bea masuk anti dumping.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, implementasi instrumen pengamanan perdagangan ini sangat bergantung dari inisiatif asosiasi terkait. "Tergantung asosiasi, karena ini harus sesuai dengan praktis yang tidak menyalahi World Trade Organization (WTO)," kata Airlangga, Senin (25/6).

Penerapan bea masuk yang tinggi akan membuat produsen baja yang selama ini menyuplai ke AS beralih ke Indonesia. Apalagi, kebutuhan baja di dalam negeri masih besar seiring maraknya proyek infrastruktur.

Mengutip data Kementerian Perindustrian (Kemperin), kebutuhan crude steel (baja kasar) nasional saat ini hampir mencapai 14 juta ton. Suplai domestik hanya sebanyak 8 juta-9 juta ton per tahun. Impor  crude steel kebanyakan dari China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan India.

Upaya preventif

Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan, perlu penanganan yang menyeluruh untuk mengatasi membanjirnya produk baja ke dalam negeri. Bila bergantung pada penerapan bea masuk saja, akan sia-sia.

Soalnya, tiga negara importir besar yakni China, Jepang dan Korea Selatan telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. "Kami memerlukan penangan preventif," kata Mas Wigrantoro.

Apalagi Pemerintah China memberikan insentif ekspor (tax rebate) sebesar 13%. Tentu hal ini akan sangat sulit bagi industri baja manapun di seluruh negara bersaing. Menurut Mas Wigrantoro kebijakan ideal untuk menangkal banjirnya impor baja ke pasar dalam negeri adalah mengembalikan kewenangan Kemperin sebagai pemberi pertimbangan teknis impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×