Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek satelit Satria memasuki tahapan konstruksi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menargetkan satelit Satria beroperasi pada 2023.
Kamis (3/9), dilakukan penandatanganan perjanjian kerjasama PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) dengan perusahaan aerospace asal Perancis Thales Alenia Space.
Direktur Utama SNT Adi Rahman Adiwoso menyebutkan, dana investasi proyek ini sekitar US$ 550 juta. "Dari dana itu sebesar US$ 425 juta merupakan dana pinjaman sindikasi dari kredit ekspor Prancis dan multilateral yang berkedudukan di Beijing, sisanya ekuitas," ujarnya menjawab kontan.co.id, Kamis (3/9).
SNT mengambil pendanaan dari kredit ekspor karena bunganya jauh lebih rendah dibandingkan bunga komersial. Selain itu, jangka pengembaliannya cukup panjang, yakni bisa sampai 12 tahun setelah beroperasi dan selama 3 tahun atau 3,5 tahun pembuatan satelit ini biaya bunga dikapitalisasi sebagai biaya proyek.
Asal tahu saja, proyek ini akan dibangun oleh konsorsium PT Satelit Nusantara Tiga yang terdiri dari PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera yang semuanya tergabung dalam konsorsium PSN.
Baca Juga: Menkominfo yakin investasi sektor telekomunikasi terus meningkat
Dalam pembangunannya, SNT menunjuk perusahaan aerospace asal Prancis, Thales Alenia Space untuk memproduksi satelit Satria. Kemudian, Satria akan diluncurkan menggunakan roket buatan SpaceX, Falcon 9-5500.
Menteri Kominfo Johhny G. Plate mengatakan, dengan progres saat ini diharapkan proyek satelit ini dapat mengorbit pada 2023. "Satelit Satria bisa beroperasi kuartal III-2023 nanti," imbuhnya.
Johnny menjelaskan, Satria dapat meningkatkan digitalisasi di Indonesia. Sebab, memiliki ciri atau spesifikasi khusus yang dikenal dengan sebutan High Throughput Satellite (HTS) dengan kapasitas 150 Gbps.
Sementara, saat ini Indonesia memanfaatkan 5 satelit nasional dengan kapasitas sekitar 30 Gbps dan 4 satelit asing yang memiliki kapasitas 20 Gbps. Artinya, kapasitas ini sekitar sepertiga dari kapasitas Satria.
Nantinya, Satria akan menghadirkan akses wifi gratis di 150.000 titik layanan publik di berbagai penjuru nusantara. Menurutnya, layanan itu akan dapat menghadirkan layanan publik yang prima, dimana setiap titik layanan akan tersedia kapasitas sebesar 1 Mbps.
Lebih rinci, 150.000 titik tersebut terdiri dari 93.900 titik sekolah dan pesantren, 47.900 titik kantor desa, kelurahan dan kantor pemerintahan daerah, 3.700 titik fasilitas kesehatan, dan 4.500 titik layanan publik lainnya.
Adi melanjutkan, dari sisi sewa penggunaan Satria diklaim lebih murah dibandingkan satelit saat ini. Biaya sewa Satria hanya berkisar 12,5% - 20% dari biaya sewa Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) sekarang.
“Sehingga program ini sangat jitu yaitu sewa kapasitas yang murah dan terjangkau, serta biaya sewa termurah di dunia," ujarnya.
Baca Juga: Indonesia akan luncurkan sindikasi pembiayaan peluncuran satelit bulan depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News