kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nasib blok tambang nikel Bahodopi Utara dan Matarape masih terganjal proses hukum


Senin, 13 Juli 2020 / 17:46 WIB
Nasib blok tambang nikel Bahodopi Utara dan Matarape masih terganjal proses hukum
ILUSTRASI. Ilustrasi PR Kementerian ESDM. KONTAN/Baihaki/20/10/2016


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasib Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Bahodopi Utara dan Matarape masih terkatung-katung. Meski sudah dimenangkan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), tapi kedua blok tambang nikel itu masih belum bisa diolah.

Direktur Bina Program Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung menyampaikan, hingga sekarang pihaknya masih belum menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Eksplorasi atas kedua blok tersebut kepada Antam. 

Baca Juga: Ada Covid-19, Resource Alam Indonesia (KKGI) proyeksi pendapatan turun 25%-50%

Padahal, Antam sudah dinyatakan memenangkan WIUPK Bahodopi Utara dan Matarape sejak Agustus 2018 lalu. Emiten tambang BUMN itu juga sudah menyetorkan dana ratusan miliar sebagai Kompensasi Data Informasi (KDI) bagi kedua tambang nikel tersebut. 

Wafid mengatakan, IUPK eksplorasi belum diberikan kepada Antam lantaran proses penawaran prioritas kedua WIUPK itu dipersoalkan, sehingga terganjal proses hukum yang hingga kini masih berjalan. "IUPK eksplorasi belum diberikan karena ada kendala hukum, dan saat ini sedang dalam proses penyelesaian," kata Wafid kepada Kontan.co.id, Senin (13/7).

Sayangnya, Wafid enggan membeberkan sudah sejauh mana proses hukum itu berjalan, dan sedang berperkara dimana. Yang terang, merujuk pada catatan Kontan.co.id, Ombudsman Republik Indonesia pada Januari 2019 lalu telah mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) atas kedua WIUPK tersebut.

Ombudsman menengarai adanya maladministrasi, mulai dari penetapan Bahodopi Utara dan Matarape menjadi WIUPK hingga proses penawaran prioritas kepada BUMN. Alhasil, Ombudsman menyimpulkan bahwa WIUPK Bahodopi Utara dan Matarape yang dimenangkan Antam itu bermasalah.

Sebagai pengingat, pada 2018 lalu Kementerian ESDM melakukan penawaran prioritas terhadap enam WIUPK. Namun, hanya ada dua yang laku, yakni WIUPK Matarape dan WIUPK Bahodopi Utara. Keduanya merupakan blok tambang nikel eks PT Vale Indonesia Tbk. (INCO).

Baca Juga: Segudang pekerjaan rumah menanti, penetapan Dirjen Minerba baru jangan berlarut

Kepastian Antam memenangkan kedua blok itu terjadi pada tanggal 1 Agustus 2018 untuk Blok Bahodopi Utara, dan 21 Agustus 2018 untuk Blok Matarape. Asal tahu saja, WIUPK Matarape memiliki wilayah seluas 1.681 hektare (ha). Tambang nikel yang berlokasi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara itu memiliki nilai KDI seharga Rp. 184,05 miliar.

Sedangkan WIUPK Bahodopi Utara memiliki luas 1.896 ha dan berlokasi di Morowali, Sulawesi Tengah. Nilai KDI sebesar Rp. 184,8 miliar. Artinya, untuk menebus KDI kedua WIUPK itu, Antam harus merogoh kocek sebesar Rp 368,85 miliar.

Ada Penyesuaian KDI

Di sisi yang lain, Muhammad Wafid Agung mengakui bahwa mahalnya KDI menjadi salah satu penyebab suramnya minat investor terhadap lelang tambang. Oleh sebab itu, pemerintah telah mengubah formulasi perhitungan KDI pada April lalu.

Kementerian ESDM mengubah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1801 K/30/MEM/2018 dengan Kepmen ESDM Nomor 80 K/32/MEM 2020 tentang formula perhitungan harga KDI WIUP/WIUPK.

Dengan beleid tersebut, penentuan KDI mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 81/2019 mengenai tarif PNBP di Kementerian ESDM. Formulasi saat ini diklaim bakal membuat KDI lebih murah sehingga bisa lebih menarik bagi investor.

Baca Juga: Harga tembaga melesat ke level tertinggi dalam 2 tahun, mogok kerja jadi katalis

Wafid bilang, sudah ada perhitungan ulang KDI yang disesuaikan dengan regulasi tersebut. Dia memang belum memaparkan dengan detail penyesuaian KDI yang dimaksud. Tapi yang pasti, Wafid menyatakan bahwa penyesuaian KDI itu hanya berlaku untuk WIUP/WIUPK yang belum laku dan nantinya bakal ditawarkan dalam lelang atau pun penawaran prioritas.

"Sudah ada perhitungan ulang, penyesuaian KDI. Namun blok yang sudah dimenangkan tidak ada proses penghitungan ulang," sebutnya.

Dalam catatan Kontan.co.id, saat ini masih ada 4 WIUPK dan 9 WIUP penetapan 2018 serta 10 WIUP dan 3 WIUPK penetapan 2019 yang bakal ditawarkan prioritas kepada BUMN/BUMD maupun dilelang secara terbuka.

Namun, Wafid menyatakan bahwa proses tersebut tidak akan berlangsung di tahun ini. Sebab, pihaknya masih harus menunggu terbitnya aturan pelaksanaan dari UU No. 3 tahun 2020 alias UU Minerba yang baru. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×