kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.267.000   -15.000   -0,66%
  • USD/IDR 16.654   24,00   0,14%
  • IDX 8.050   -42,32   -0,52%
  • KOMPAS100 1.117   -7,43   -0,66%
  • LQ45 820   -3,11   -0,38%
  • ISSI 281   -1,80   -0,64%
  • IDX30 431   -1,69   -0,39%
  • IDXHIDIV20 496   -1,81   -0,36%
  • IDX80 126   -0,28   -0,22%
  • IDXV30 136   -0,64   -0,47%
  • IDXQ30 138   -0,82   -0,59%

New normal melecut cita-cita Industri 4.0


Senin, 08 Juni 2020 / 05:00 WIB
New normal melecut cita-cita Industri 4.0
ILUSTRASI.


Reporter: Agung Hidayat, Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua tahun lalu pemerintah santer mengarahkan penerapan konsep Industri 4.0 bagi pelaku industri manufaktur. Belum tuntas pelaksanaannya, tahun ini sudah keluar wejangan kenormalan baru alias the new normal. Pengusaha menilai, kedua hal tersebut justru bisa saling melengkapi.

Dampak pandemi Covid-19 memang tak kenal ampun. Pelaku industri manufaktur dalam negeri mengabarkan penurunan drastis utilitas pabrik karena pasar sepi. Memasuki fase kenormalan baru, mereka juga harus melanjutkan perubahan pola operasional demi memenuhi aturan pembatasan fisik atawa physical distancing yang sebelumnya sudah diterapkan.

Anne Patricia Sutanto, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan, tahun 2018 lalu pemerintah mendorong revolusi Industri 4.0. Penerapannya tentu saja bertahap karena pelaku industri membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri.

Namun berkaca dari kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang tersungkur saat ini, satu-satunya cara untuk menormalisasi utilitas pabrik sekaligus memenuhi protokol  Covid-19 yakni digitalisasi dan otomatisasi. Oleh karena itu, API melihat kebutuhan percepatan penerapan konsep Industri 4.0.

Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Jenderal API Rizal Tanzil Rakhman memproyeksikan tahun ini industri TPT nasional tidak akan tumbuh karena rata-rata utilitas sudah di bawah 10%. Beberapa pabrik bahkan tutup. Penyebabnya, pasar lokal maupun ekspor sepi. Sejumlah pembeli tak segan membatalkan pesanan.

Segendang sepenarian, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI)  memperkirakan utilitas produksi akan selalu turun jika otomatisasi tidak dilaksanakan. Tingkat keterpakaian mesin industri makanan dan minuman kini hanya sebesar 50% karena virus korona.

Sementara, aturan pembatasan fisik mewajibkan minimal selisih jarak 1,2 meter antar manusia. "Sehingga mau tidak mau harus menerapkan automation dan robotic jadi people to machine interface semakin dibutuhkan seperti dalam Industri 4.0," tutur Adhi S. Lukman, Ketua Umum GAPMMI kepada KONTAN, Jumat (29/5).

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) melaporkan, utilitas industri hilir kimia sudah turun lebih dari 60%. Lini hilir kimia sedang berjibaku mempertahankan keberlangsungan bisnis dengan cara mencari celah di tengah tantangan pasar Asia Tenggara.

Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Inaplas mengatakan, otomatisasi lini hilir kimia saat ini sudah sekitar 50%. Sebelum menerapkan konsep Industri 4.0, mestinya terlebih dahulu pelaku industri memenuhi aturan kenormalan baru.

Namun penerapan konsep Industri 4.0 tak semudah membalikkan telapak tangan. Otomatisasi mesin produksi  membutuhkan anggaran investasi yang besar. "Sementara sekarang fokus industri ialah surviving (bertahan hidup) dulu," kata Oki Widjaja, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Industri Elektronika dan Alat-Alat Rumah Tangga (Gabel) kepada KONTAN, Jumat (29/5) lalu.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×