Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Hendra Gunawan
SUMBAWA. Kementerian Perindustrian berharap PT Newmont Nusa Tenggara segera membangun pengolahan dan pemurnian (smelter) agar produk konsentrat tembaga perusahaan bisa mendapat nilai tambah. Smelter itu diharapkan dibangun sebelum tahun 2017.
Newmont merupakan salah satu dari 8 perusahaan tambang yang mendapat izin mengkspor konsentrat. Izin ini berlaku hingga Januari 2017 mendatang.
Namun, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan berkoordinasi dengan kementerian lain seperti Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) agar pembangunan smelter bisa dipercepat.
"Kami harap, pembangunan smelter lebih cepat, lebih baik sebelum 2017," kata Saleh Husin, di dalam kunjungannya ke Newmont, Sabtu (30/5).
Manajemen Newmont menyerahkan pembangunan smelter ini kepada PT Freeport Indonesia, mitranya membangun smelter. Saat ini, Freeport memiliki perusahaan pengolahan PT Smelting Gresik, hasil berkongsi dengan Mitsubishi dari Jepang.
Nantinya, smelter Newmont-Freeport merupakan perluasan unit Smelting Gresik. Kapasitasnya diperkirakan bertambah 2 juta ton konsentrat, lebih besar ketimbang kapasitas saat ini yang sekitar 1,2 juta ton.
"Semua kami serahkan pada Freeport karena sepenuhnya equity mereka," kata Rachmat Makkasau, General Manager CSR dan Hubungan Pemerintah Newmont.
Rachmat mengaku, belum tahu waktu memulai perluasan smelter tersebut. Hal tersebut masih dibicarakan Freeport dengan Kementerian ESDM. "Kami ikut di mana pun Freeport membangun karena kami punya keterbatasan," kata dia.
Newmont juga tetap membuka opsi lain selain memperluas fasilitas di Gresik. Perusahaan penambang tembaga dan emas ini masih membuka peluang dengan PT Indosmelter dan Nusantara Smelting.
"Kita tidak menutup pintu. Kalau mereka punya smelter dan kami punya konsentrat, mengapa tidak?" ujar Rachmat. Namun, dia bilang, lebih maju langkah dengan Freeport.
Newmont memproduksi 300.000-700.000 ton konsentrat per tahun. Hanya sekitar 20% konsentrat atau 100.000-200.000 ton yang masuk pengolahan di PT Smelting Gresik. Sedangkan sisanya diekspor.
Lewat upaya peningkatan industri smelter ini, Kemperin berharap, konsentrat tak perlu diekspor dan produksi tembaga dalam negeru lebih besar. Andi Rizaldi, Kepala sub Direktorat Industri Logam Non-Fero Kemperin mengatakan, Indonesia membutuhkan sekitar 600.000 ton tembaga setiap tahun.
Dengan output tembaga PT Smelting 300.000 ton tembaga katoda per tahun, sementara setengahnya diekspor ke Jepang, Indonesia lantas mengimpor 450.000 ton tembaga untuk memenuhi kebutuhan. Penyerap terbesar tembaga katoda ini adalah industri kabel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News