kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nilai aset Inalum versi Jepang dan Indonesia beda


Selasa, 24 September 2013 / 17:17 WIB
Nilai aset Inalum versi Jepang dan Indonesia beda
ILUSTRASI. Pengunjung mengamati produk dari AISA./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/19/10/2018.


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Nilai revaluasi aset PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) antara pemerintah Indonesia dengan pihak Jepang terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, nilai buku aset Inalum menurut Jepang mencapai US$ 650 juta, sedangkan menurut pemerintah nilainya hanya sebesar US$ 390 juta. Artinya terdapat selisih penilaian aset sebesar US$ 260 juta.

Pemerintah tetap kekeuh dengan nilai revaluasi yang telah ditetapkannya itu. Begitupun dengan pihak Jepang. Alhasil, pembahasan Inalun ini menemui jalan buntu, sehingga kemungkinan besar akan dilanjutkan ke Badan Arbitrase Internasional. "Ya Arbitrase tapi belum tentu mereka (Jepang) mau, nanti kita bicarakan menyangkut beberapa perbedaan," kata Hatta.

Namun, jalan Arbitrase nampaknya juga bukan pilihan yang menguntungkan buat pemerintah Indonesia. Sebab pembahasan di Arbitrase akan memakan waktu yang tak sebentar.  Oleh karena itu, hasil Rapat Koordinasi di gedung Menko bidang Perekonomian hari Selasa (24/9), pemerintah diberikan waktu lima hari untuk kembali melakukan negosiasi akhir dengan pihak Jepang.

Sebelumnya, dalam melakukan revaluasi, pemerintah menggunakan hasil penghitungan aset yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Kepala BPKP Mardiasmo menjelaskan, dalam waktu lima hari itu akan dilakukan rekonsiliasi kembali data-data yang dimiliki pemerintah dengan pihak Jepang.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat bilang pihaknya akan menghindari pembahasan perbedaan revaluasi aset di Badan Arbitrase. "Kalau menuju arbitrase kita akan memberitahukannya secara resmi satu bulan sebelumnya, semoga tidak ke sana, lama soalnya," ujar Hidayat.

Hidayat optimis akhir September 2013 ini sudah ada keputusan antara kedua belah pihak, apakah akan melalui proses arbitrase atau tidak. Dengan begitu pemerintah berharap pada 31 Oktober nanti secara fisik, seluruh proyek Inalum sudah bisa diambil alih. Kemudian operasional perusahaan bisa berjalan dan produksi bisa kembali dilakukan.

Nantinya Inalum akan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), setelah itu akan dilakukan konsolidasi, dibentuk manajemen baru.

Inalum adalah perusahaan pengolahan alumunium yang didirikan di Jakarta 6 Januari 1976 yang lalu. Perusahaan ini merupakan hasil patungan antara Indonesia dan Jepang. Dari Jepang ada 12 perusahaan swasta yakni Sumitomo Chemical Company Ltd, Sumitomo Shoji Kaisha Ltd, Nippon Light Metal Company Ltd, C Itoh & Co Ltd, dan Nissho Iwai Co Ltd. Selain itu, Nichimen Co Ltd, Showa Denko KK, Marubeni Corp, Mitsubishi Corp, dan Mitsui Aluminium Co Ltd.

Nah, dari hasil kerjasama itu, Indonesia memiliki 41% saham Inalum dan sisanya pemerintah Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan 12 perusahaan swasta tersebut. Pada 31 Oktober 2013 ini, kontrak kerjasama Inalum akan berakhir dan pemerintah berniat membeli saham yang dimiliki Jepang tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×