Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
Sripeni bilang, PLN sudah mengajukan permintaan perpanjangan harga patokan ini ke Kementerian ESDM. Namun, hingga kini belum ada jawaban. "Belum ada, mungkin karena (harga) sudah turun, jadi mengikuti itu," sambung Sripeni.
Bahkan, selain meminta perpanjangan harga patokan untuk batubara, Sripeni pun menyebut bahwa PLN meninginkan adanya harga patokan khusus untuk gas bagi pembangkit listrik. "Selain DMO batubara, sebenarnya kami mengharapkan dukungan pemerintah mengenai DMO gas, karena harga gas ini masih dengan formula ICP," ujar Sripeni.
Baca Juga: Ada 34 Perusahaan Batubara yang Merevisi Rencana Produksi
Namun, Sripeni masih belum mau mengungkapkan detail rencana PLN soal pengajuan DMO gas ini. Yang jelas, Sripeni mengatakan bahwa PLN tetap menginginkan harga yang masuk keekonomian bagi pelaku usaha gas yang memasok ke PLN
"Nah ini harus ketemu, kalau kita kan maunya rendah, tapi nggak bisa begitu. ESDM kan nanti membuat titik optimal dimana para investor dari gas bisa terpenuhi pengembalian investasi untuk eksplorasi gas-nya," terang Sripeni.
Sripeni pun menjelaskan, PLN memang ingin mencapai efisiensi dalam pengadaan energi primer. Sebab, ia menyebut bahwa secara struktur pembiayaan, energi primer menempati porsi sekitar 60%-70% dari biaya pokok penyediaan listrik. "Makannya perlu adanya dukungan dari pemerintah," katanya.
Ditemui ditempat yang sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, pihaknya masih belum memberikan kepastian soal kelanjutan harga patokan batubara untuk kelistrikan. Menurutnya, hingga kini belum ada pembahasan mengenai kebijakan tersebut.
Baca Juga: Sejumlah perusahaan batubara tingkatkan kuota produksi
"Saat ini belum mengagendakan untuk membahas itu. Tapi itu menjadi salah satu item sekiranya nanti ada pergerakan yang berubah drastis, pasti kita bahas," terangnya.
Rida pun mengakui, pihaknya mengetahui adanya masukan dari sejumlah kalangan, agar harga patokan ini dlanjut, atau pun dicabut. Namun, untuk memutuskan hal tersebut, Rida bilang bahwa pihaknya harus terlebih dulu melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.
"Iya kita dengar ada masukan-masukan seperti itu, tapi nggak bisa saya sendiri, harus kita rapatkan dengan Dirjen Minerba," ujarnya.
Baca Juga: Sejumlah emiten rambah bisnis batubara kokas
Yang jelas, hingga saat ini, harga batubara untuk listrik sebesar US$ 70 per ton masih menjadi asumsi dalam penetapan subsidi listrik di APBN tahun 2020. "Samapi sekarang masih begitu. Tapi kita akan menyikapi segala sesuai yang nggak bisa kontrol," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News