Reporter: Mona Tobing | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Keputusan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium sebesar Rp 500 akhir pekan lalu membuat posisi petani terjepit. Ketika panen raya akhirnya datang, petani terbebani kenaikan ongkos.
Di sisi lain, harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras sebesar 10% tidak bisa menutupi ongkos distribusi yang naik.
Rofi Munawar, Anggota DPR RI Komisi IV menilai, pemerintah gegabah dalam memutuskan harga BBM. Bagi petani, kenaikan BBM mempengaruhi rentang produksi dan membebani proses pasca panen secara signifikan.
Pada sektor pertanian, khususnya usaha tani padi dampak kenaikan harga BBM menyebabkan usaha jasa input produksi sepenuhnya dibebankan ke petani. Karena adanya kenaikan sewa jasa alat mesin pertanian (alsintan) seperti traktor, pompa air, power thresher dan usaha penggilingan padi (RMU).
"Selain itu juga akan menyebabkan menurunnya profitabilitas berproduksi padi walaupun di sisi lain terjadi kenaikan harga gabah,” kata Rofi pada Selasa (31/3).
Sementara HPP hanya mampu menutup biaya produksi. Jika pola kenaikan BBM yang bersifat fluktuatif berdasarkan harga pasar terus dipertahankan. Hasilnya, sektor pertanian dalam ketidakpastian produksi dan instabilitas harga di pasaran.
Kenaikan harga BBM pada sektor pertanian berdampak besar. Dampak langsung terjadi pada harga sarana produksi. Sedangkan dampak tidak langsung terjadi pada biaya logistic dan transportasi distribusi produk pertanian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News